Bisnis.com, JAKARTA - Para peneliti dari Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) Uni Eropa melaporkan lubang ozon terbesar yang pernah terdeteksi di Kutub Utara akhirnya tertutup setelah menjulang di atas Kutub Utara selama hampir 1 bulan.
Dilansir dari livescience.com, para peneliti CAMS menuturkan pusaran kutub yang telah terbelah tersebut menciptakan jalur bagi udara yang kaya akan ozon untuk bergegas kembali ke daerah di atas Kutub Utara.
"Lubang ozon belahan bumi utara 2020 yang belum pernah terjadi sebelumnya telah berakhir," tulis para peneliti CAMS dalam livescience.com yang dilansir Bisnis pada Selasa (28/4/2020).
Lubang di lapisan ozon pertama kali terbuka di Kutub Utara pada akhir Maret ketika kondisi angin yang tidak biasa membuat udara dingin terjebak di Kutub Utara selama beberapa minggu berturut-turut.
European Space Agency (ESA) menuturkan angin yang dikenal sebagai pusaran kutub itu menciptakan sangkar melingkar dari udara dingin yang mengarah pada pembentukan awan ketinggian tinggi di wilayah tersebut.
Awan-awan itu bercampur dengan polutan buatan manusia seperti klorin dan bromin, dan menggerogoti gas ozon di sekitarnya hingga lubang besar seukuran kira-kira tiga kali ukuran Greenland terbuka di atmosfer.
Para peneliti ESA menuturkan kondisi yang memungkinkan lubang ozon ini terbentuk jauh lebih jarang di belahan bumi utara. Lubang ozon Arktik terbuka pada tahun ini hanya karena udara dingin terkonsentrasi di daerah itu lebih lama dari biasanya.Berbeda dengan di belahan bumi bagian utara, para peneliti mengungkapkan lubang ozon besar terbuka setiap musim gugur di Kutub Selatan.
Lubang ozon Antartika tahunan yang telah ada selama kurang lebih empat dekade akan tetap terjadi secara musiman pada masa yang akan datang.
Hanya saja, para ilmuwan optimistis bahwa lubang itu mungkin mulai menutup. Pada 2018, Organisasi Meterologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) menemukan lubang ozon mengalami penyusutan sekitar 1 persen —3 persen per dekade sejak 2000.
Lubang tersebut kemungkinan masih belum akan hilang setidaknya hingga 2050. Suhu Antartika yang lebih hangat karena terjadi pemanasan global.