Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memberikan respons atas pernyataan pemerintah yang memprediksikan wabah virus corona akan mereda pada Juni dan tuntas seluruhnya pada Juli 2020.
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menilai bahwa yang dimaksudkan hidup normal oleh pemerintah, adalah dengan penghentian kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang selama ini dilangsungkan.
“Normal itu bisa saja PSBB itu dihentikan sama sekali [mulai] Juli, tetapi tidak berarti [wabah Covid-19] akan bersih sama sekali, karena kita harus tetap waspada akan gelombang kedua [Covid-19]. Walaupun [arus kedua] tidak terlalu tinggi, karena di dalam masyarakat sudah terbangun imunitas, tetapi perlu waspada,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Senin, (27/4).
Amin mengatakan bahwa sebagian besar prediksi memang memperkirakan puncak terjadinya wabah Covid-19 akan terjadi pada minggu ketiga Mei dan setelah itu wabah akan mulai mereda dan turun kembali.
“Turunnya tentu akan sebangun dengan waktu naik. Jadi, kalau puncak itu dicapai dalam waktu 4 minggu dari sekarang, maka kita butuh sekitar 4 mingguan [turun] dari puncaknya, itu paling cepat karena kadang-kadang justru berakhirnya itu akan memanjang, karena [kurva] akan memiliki ekor yang melandai,” terangnya.
Lebih lanjut, katanya, skenario kedua yang dapat terjadi adalah puncak kurva dari infeksi virus Covid-19 tidak akan terlalu tinggi. Artinya, kurvanya akan berbentuk mendatar, sehingga puncak wabah tidak akan tercapai dalam waktu singkat dan penurunan kurva akan mundur sedikit.
“Bila ini terjadi, tingginya tidak seperti puncak yang tajam. Akan sedikit mundur, tetapi kasusnya tidak akan seperti bila puncak kurvanya runcing tinggi,” terangnya.
Beberapa lembaga sempat memprediksi jumlah kasus Covid-19 di Indonesia akan meledak bahkan melampaui angka 100.0000 kasus. Namun Amin memperkirakan jumlahnya akan berada kurang lebih di 20.000 orang.
“Dengan perkembangan sekarang ini, kemungkinan yang akan positif akan kurang lebih 20.000 dengan tendensi saat ini, jumlah kasus saat ini lebih rendah dibandingkan prediksi luar negeri. Jadi etergantung parameter yang digunakan,” ujarnya.
Adapun Amin mengklaim bahwa mengklaim berdasar model yang dibuat dari analisa situasi secara umum rata-rata eror kesalahan prediksi berkisar di angka 20 persen.
“Kita berdasarkan pengamatan saja berdasarkan kecenderungan jumlah yang terdeteksi, kasus keseluruhan dan sebagainya, tidak menggunakan rumus-rumus. Kemungkinan adanya meleset atau error bisa diangka 10 persen hingga 20 persen kemungkinannya, karena yang kami amati tidak hanya situasi yang perubahan angka dan sebagainya, tetapi juga bagaimana kebijakan pemerintah diambil dan bagaimana respon masyarakat,” jelasnya.
Amin mengatakan bahwa virus corona pada umumnya ini tidak begitu tahan pada suhu dan kelembapan tinggi.
“Kami harapkan setelah musim panas datang akan makin berkurang baik di Indonesia dan negara lain,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pemerintah memprediksi masa pandemi Covid-19 mulai mereda pada Juni 2020 dan sepenuhnya tuntas pada Juli 2020 sehingga kehidupan masyarakat Indonesia kembali ke sedia kala.
Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan bahwa pesan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya tes masif pada April dan Mei 2020 yang dilanjutkan dengan pelacakan yang agresif serta isolasi yang ketat, menjadi upaya mengentaskan pandemi ini di Indonesia.
"Presiden meminta kita semua untuk bisa bekerja lebih keras lagi dan juga mengajak masyarakat agar lebih patuh dan lebih disiplin [dalam mengikuti protokol kesehatan dan PSBB]. Selain itu, aparat juga diharapkan bisa lebih tegas dalam menegakkan aturan sehingga pada bulan Juni yang akan datang, kita mampu menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia dan pada bulan Juli di harapkan kita sudah bisa mulai mengawali hidup normal kembali," katanya dalam konferensi pers, Senin (27/4/2020).