Bisnis.com, JAKARTA - Peralihan saluran TV dari analog ke digital dinilai menjadi sebuah keniscayaan. Jika tidak segera dilakukan justru akan membuat pelaku bisnis penyiaran dan pertelevisian sulit bersaing dengan layanan jejaring sosial.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengatakan saat ini persaingan stasiun televisi tidak saja dengan perusahaan televisi, tetapi dengan perusahaan Over The Top atau perusahaan yang memberikan layanan jejaring sosial berskala global.
Apalagi, tren belanja iklan terus bergeser ke media online, seperti Facebook, YouTube, Instagram, hingga Netflix lantaran konsumsi internet masyarakat yang tinggi.
Menurut Johnny kalau pemain televisi tetap bertahan di saluran analog, ruang untuk bertumbuh menjadi sempit. Sementara jika dibuka ke digital potensi bisnis akan lebih besar.
“Pelaku usaha harusnya menyambut baik [peralihan ke TV digital], kalau tidak, akan menyusahkan mereka,” kata Johnny usai bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Senin (3/3/2020).
Menurut Johnny salah satu dampak bisnis peralihan ke TV digital adalah dalam spektrum yang sama bisa digunakan oleh dua hingga lima aplikasi atau platform sehingga lebih efisien.
“Itu yang membuat mereka bersaing. Dengan mempunyai platform lebih banyak, tentu belanja iklannya menjadi lebih dimungkinkan dan diminati,” tutur , lanjutnya.
Johnny memaparkan, menurut Boston Consulting Group, dengan adanya penataan frekuensi spektrum yang lebih baik bakal meningkatkan digital dividen frekuensi sebesar 112 MH.
Dengan demikian akan memberikan penerimaan negara lebih dari Rp70 triliun dalam 10 tahun ke depan. Demikian pula efek terhadap PDB yang bakal meningkat Rp440 triliun. Selain itu, akan menambah lapangan kerja hingga 200.000 jiwa.
“Industri penyiaran kita kalau tidak bersama-sama dalam ekosistem dan [kami] sebagai [pemerintah] negara tidak mengelola dengan baik, maka tantangan teknologi dan tantangan usaha baru global yang masuk Indonesia akan menjadi pesaing yang head to head,” tandasnya.
Namun, peralihan ke TV digital tidak bisa dilakukan tanpa adanya payung hukum. Untuk itu, dia masih menunggu pengesahan RUU Penyiaran yang masih ada di meja DPR.
Revisi RUU Penyiaran sejatinya telah disusun belasan tahun lalu. Pengesahannya masih menjadi polemik tersendiri akibat sarat kepentingan, salah satunya soal potensi monopoli penguasaan frekuensi.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang belum lama ini mengunjungi kantor Wapres menyampaikan optimismenya bahwa RUU ini dapat disahkan pada tahun ini.