Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) menilai banyak pemain dari perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) agrobisnis cenderung bergelut di industri hilir.
Bendahara Amvesindo Edward Ismawan Chamdani mengatakan tantangan dari startup agrobisnis saat ini adalah mengamankan keberlanjutan dari penawaran dan permintaan termasuk dari segi kualitas dan kuantitas.
“Rata-rata mereka fokusnya hanya ke hilir, lebih ke permintaan, yang [risikonya] pada satu titik mereka mentok karena tidak mendapatkan ketersediaan barang tentu akan sulit ke depannya,” terangnya, Jumat (28/2/2020)
Edward menilai hal ini bukan tanpa alasan, menurutnya prospek ke depan dari startup agrobisnis menjanjikan. Hal itu diperkuat oleh posisi Indonesia sebagai negara agraris yang menyediakan ceruk pasar yang menjanjikan bagi startup agrobisnis untuk bertumbuh.
“Produks seperti kelapa, kakau, kayu manis, lada mayoritas dikelola oleh petani rakyat. Jadi, kalau tidak ada startup yang fokus membantu dari pasokan yang rata-rata di daerah remote, dan infrastruktur yang terbatas maka komoditas itu tak akan tergarap dengan baik,” jelasnya.
Edward berharap ke depan akan makin banyak pelaku startup agrobisnis yang juga bergerak dari hulu sehingga rantai yang pasokan produk pertanian jadi makin luas.
Baca Juga Enam Startup Paling Heboh Sepanjang 2019 |
---|
“Ke depan kalau ada penerapan fokus dari hulu untuk membantu petani dalam segi penerapan dan pendataan, akan membantu mereka agar makin inovatif, seperti dapat menerapkan IoT untuk memprediksi pasokan barang,” jelasnya.
Senada dengan Edward, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi melihat kebutuhan ekosistem dari hulu ke hilir agar terhubung dengan baik.
“Tantangannya adalah membangun ekosistem dari petani, transportasi hingga pembeli. Sistem ini lama ada dan dikuasai pihak tertentu, baik tengkulak, mafia, perusahaan, bumn dan sebagainya. Nah ini yang akan diubah dan dibangun dengan metode baru berbasis digital,” terangnya.