Indonesia Perlu UU Atur Web Crawling dan Web Scraping

Yanuarius Viodeogo
Senin, 2 Desember 2019 | 06:29 WIB
Dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Dua orang membuka laman Google dan aplikasi Facebook melalui gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019)./ANTARA-Akbar Nugroho Gumay
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah didesak membentuk Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur pengoperasion web crawling atau web scraping di Indonesia untuk melindungi hak cipta dan kerahasiaan data pribadi.

Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari P. Kusumah mengatakan dengan keberadaan web crawling dan web scraping sekarang ini telah menyebabkan situs jaringan sosial seperti Facebook dan Linkedin menerapkan aturan tertentu terkait pengumpulan data secara otomatis sehingga berpotensi melanggar hak paling relevan yaitu hak cipta.

Hal itu disampaikannya dalam disertasi program doktor hukum dengan tema 'Aspek-Aspek Hukum Hak Cipta dalam Tindakan Web Crawling atau Web Scraping pada Kegiatan Ekonomi Berbasis Digital, di Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang, Pada Sabtu (30/11).

Menurutnya, web crawling adalah kegiatan pencarian atau scanning dengan menggunakan program atau script otomatis yang relatif sederhana dengan metode tertentu ke semua halaman-halaman situs web internet untuk membuat index dari data data yang dicarinya.

Data yang dicari berupa gambar, teks, data kontak dan lainnya dengan search engine seperti Google, Yahoo!, HotBot, Alta Vista, Infoseek, dan Lycos.

Adapun Web Scraping, imbuhnya, adalah kegiatan pengekstrakan secara otomatis atas data yang terdapat dalam berbagai halaman situs bersifat spesifik yang data tersebut dianalisa dan bisa dijual kepada pihak lain.

"Praktiknya secara nyata berpotensi mengganggu dan menimbulkan permasalahan konflik hukum dan dampak ekonomi pemilik ciptaan. Apakah kegiatan web crawling dan web scraping bertentangan dengan UU Hak Cipta belum ada dalam hukum positif di Indonesia," kata Justisiari dari rilis diterima kepada Bisnis, Minggu (1/12).

Menurutnya, Indonesia memerlukan kebijakan perlindungan kepada pencipta atau pemegang hak cipta, sebagai pemilik konten, data atau informasi berada di situs-situs web untuk menjamin kepastian hukum.

Salah satu yang bisa dilakukan perubahan atau penyesuaian adalah UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk memfasilitasi pemanfaatan data dalam kegiatan web crawling dan web scraping dalam kegiatan ekonomi berbasis digital.

"Sebab di dalam UU Hak Cipta sendiri ada satu pasal yang mengatakan database adalah satu ciptaan yang dilindungi karena merupakan obyek ciptaan baru yang muncul. Kegiatan mengumpulkan hak orang lain berpotensi melanggar UU ITE tetapi hak cipta dalam UU Hak Cipta Pasal 40 huruf N itu memberikan perlindungan tersendiri bagi data base itu," katanya.

Justisiari mengatakan setelah melakukan penelitian seperti memperhatikan putusan-putusan pengadilan maka hingga saat ini belum ada pengaruhnya atas perlindungan hak cipta atas tindakan web scraping dan web crawling sehingga masih merupakan isu hukum yang baru bahkan di negara maju sekalipun.

"Beberapa potensi masalah hukum yang sering timbul dari web crawling dan web scraping adalah Computer Fraud and Abuse Act (CFAA), Breach of Contract atau pelanggaran kontrak, Copyright Infringement, Trespass to Chattels," ujarnya.

Dia menegaskan perlu adanya perubahan atas UU ITE tersebut sehingga bisa diketahui batasan yang jelas mana saja praktik dibolehkan dalam web crawling dan web scraping.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper