BRTI Fokus pada Penyebaran Frekuensi Hasil Merger dan Akuisisi

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 21 Oktober 2019 | 15:00 WIB
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerataan frekuensi menjadi salah satu fokus Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) saat dua buah perusahaan telekomunikasi melebur menjadi satu perusahaan atau membentuk perusahaan baru.

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Setyardi Widodo mengatakan saat ini pihkanya dengan sejumlah pemangku kepentingan tengah membahas mengenai frekuensi terkait merger dan akuisisi.

Pembahasan, lanjutnya, berkutat pada penyebaran frekuensi hasil merger atau akuisisi. Dia mengatkaan aksi merger dan akuisisi, harus mengedepankan prinsip efisiensi industri, efisiensi pelaku usaha, perlindungan konsumen, dan juga persaingan usaha.

“Perlu dipertimbangkan bukan hanya besarnya penguasaan frekuensi pada perusahaan hasil merger dan akuisisi namun juga penyebaran pita frekuensinya,” kata Setyardi kepada Bisnis.com, Minggu (20/10/2019).

Dia menambahkan BRTI juga terus mencari opsi yang paling optimal mengenai pembagian spektrum pascamerger. Opsi tersebut mempertimbangkan jangka pendek dan jangka panjang industri telekomunikasi.

“Jangka panjang kan teknologi berubah, dari 2G, 3G, 4G, dan seterusnya. Kebutuhan bandwidth makin besar,” kata Setyardi.

Sebelumnya, kabar mengenai merger dan akuisisi kembali menguat setelah  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membuka opsi untuk membebaskan spektrum tetap dimiliki oleh operator pascamerger.

Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kemkominfo Denny Setiawan mengatakan pihaknya telah memanggil sejumlah operator guna membahas mengenai spektrum frekuensi pascamerger. 

 Dalam pembahasan tersebut, kata Denny,  dibahas mengenai norma-norma perusahaan pascamerger dan pembagian spektrum.

 Salah satu norma yang dibahas adalah dominasi frekuensi pada bandwith tertentu.  Dia mengatakan Kemenkominfo mencari formula agar pemain dominan dalam frekuensi  tertentu tidak perlu mengembalikan frekuensi ke pemerintah. 

 “Setelah merger mereka (operator seluler) menjadi dominan di suatu frekuensi, jika kemarin dikembalikan, ini ada banyak cara, misalnya dikerjasamakan dengan operator lain. Jadi ada banyak cara, sehingga tidak harus satu-satunya cara dikembalikan,” kata Denny.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper