Strategi Jaga Pelanggan, Operator Seluler Bangun Jaringan di Kawasan Transit

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 16 September 2019 | 14:57 WIB
Calon penumpang memasuki stasiun MRT pada hari pertama fase operasi secara komersial (berbayar) di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (1/4/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi
Calon penumpang memasuki stasiun MRT pada hari pertama fase operasi secara komersial (berbayar) di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Senin (1/4/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — PT Smarfren Telecom Tbk. dan PT Hutchison 3 Indonesia menilai pembangunan jaringan telekomunikasi di sejumlah tempat singgah perlu dilakukan demi menjaga loyalitas pelanggan. 

Deputy CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim mengaku, investasi untuk membangun jaringan di tempat singgah seperti Bandara, Stasiun Kereta, Stasiun MRT, jalan tol dan lain-lain sangatlah besar.

Namun, menurutnya, pembangunan jaringan di sejumlah tempat singgah merupakan upaya operator dalam melayani dan menjaga loyalitas pelanggan.

“Memang investasi tinggi, tetapi itu bagian dari tanggung jawab operator untuk memberikan layanan dimanapun mereka berada jangan sampai mereka menghadapi blank sinyal,” kata Djoko kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Dia mengungkapkan, hingga saat ini, investasi sewa jaringan infrastruktur pasif di terowongan MRT masih yang termahal.

Sekadar catatan, PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyediakan antena In Building Solution di 408 titik sepanjang jalur MRT atau sepanjang 15,6 km.  Di areal tersebut terdapat antena repeater sepanjang 24,9 km, 8 ruang BTS, dan backhaul ke serat optik masing-masing calon penyewa. Kapasitas yang disediakan meliputi 74 sektor.

Berdasarkan dokumen yang didapatkan Bisnis, harga sewa perangkat pasif di MRT mencapai Rp3,5 miliar hingga Rp4 miliar per operator untuk kapasitas 600 Mbps di 6 stasiun bawah tanah MRT. Tarif tersebut hanya berlaku untuk 2 tahun pertama. Namun, TBIG menyebut bahwa tarif tersebut tidak dapat dipakai sebagai rujukan karena bukan berasal dari pihak mereka.

Djoko berpendapat mahalnya biaya sewa infrastruktur telekomunikasi pasif di jalur MRT disebabkan oleh mahalnya biaya investasi yang digelontorkan oleh MRT. 

Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah mengatatakan investasi yang digelontorkan perseroan di daerah singgah sebanding dengan dengan lalu lintas data yang terjadi.

“Karena orang yang berada di sana dalam satu hari sangat banyak jumlahnya,” kata Danny.

Danny berpendapat meski umumnya operator memperhitungkan biaya gelar jaringan dengan keuntungan yang didapat, tetapi dalam sejumlah kasus seperti di tempat singgah, fokus tersebut harus disisihkan dahulu.

Jaringan operator seluler harus hadir di tempat singgah untuk menjaga pelanggannya agar tidak pindah ke operator lain. “Misalnya warga mau ke mal, ternyata 3 Indonesia tidak ada jaringan di sana, pasti pindah pelanggan ke operator lain. Jadi harus dilihat secara keseluruhan,” kata Danny.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper