Dilema Mengebiri ‘Urat Nadi’ Kota Pintar Jakarta

Leo Dwi Jatmiko & Deandra Syarizka
Senin, 16 September 2019 | 14:27 WIB
Ilustrasi smart city/Reuters
Ilustrasi smart city/Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Jelang akhir pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengundang 8 petinggi perusahaan aplikasi digital ke Gedung Balaikota. Mereka mendiskusikan kerja sama untuk proyek ambisius Jakarta Smart City.

Rencana kolaborasi tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Bukalapak, PT Tokopedia, PT Shopee International Indonesia, PT Grab Indonesia, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek),  PT Nodeflux Teknologi Indonesia, PT Virtual Online Exhange (DuitHape), dan PT Botika Teknologi Indonesia (Botika).

Anies berharap upaya kolaborasi itu dapat membantu mewujudkan konsep kota pintar yang memberikan kenyamanan bagi warga Jakarta.

“Pemerintah memainkan peran penting sebagai penyedia layanan dan pembuat regulasi. Kami mempunyai tanggung jawab konstitusional untuk menghadirkan kota yang nyaman dan ramah bagi semua warga,” ujarnya, Jumat (13/9/2019).

Chief Financial Officer Bukalapak Natalia Firmansyah mengungkapkan, terdapat beberapa skema kerja sama yang dijajaki, mulai dari pelatihan dan pemasaran produk UMKM, pengembangan Mitra Bukalapak, hingga digitalisasi layanan publik.

Adapun, Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni mengungkapkan perusahaan berkomitmen meningkatkan literasi digital demi mempermudah kehidupan masyarakat sekaligus mengakselerasi terwujudnya misi pemerataan ekonomi secara digital.

“Kali ini, kami bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung Smart City. Harapannya, masyarakat Indonesia, khususnya yang ada di Jakarta, bisa memanfaatkan teknologi untuk lebih mudah mengakses layanan publik dan berkontribusi terhadap perekonomian digital daerah dengan memulai usaha,” ungkapnya.

Kerja sama strategis Pemprov DKI Jakarta dengan Tokopedia juga menitikberatkan peningkatan layanan KJP Plus dan KJMU Plus, digitalisasi sektor kepariwisataan dan transportasi publik, hingga pembangunan taman literasi digital.

Seluruh poin yang tertulis dalam kemitraan ini merupakan langkah awal yang diambil dalam memastikan pembangunan yang berkelanjutan terhadap kota pintar di Jakarta.

POTONG KABEL

Selang beberapa jam setelah menemui perwakilan 8 perusahaan aplikasi digital itu, Anies sudah berada di Jl. Prof. Dr. Satrio, Jakarta Selatan untuk memenuhi undangan acara pemotongan kabel serat optik oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta.

Memang, Suku Dinas Bina Marga DKI belakangan ini gencar melakukan pemotongan kabel serat optik yang terpasang di tiang atau kabel udara, sebagai bagian program pembangunan trotoar yang merupakan kegiatan strategis daerah (KSD) Pemprov DKI Jakarta 2019.

Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, rencana pembangunan trotoar dan pelengkap jalan KSD 2019 meliputi Jl. Cikini—Jl. Kramat Raya sepanjang 6,8 km, Jl. Kemang Raya 2,7 km, serta Jl. Prof. Dr. Satrio—kawasan Kasablanka sepanjang 3,8 Km.

Saat ini, proses pemotongan kabel tengah berlangsung di Jl. Cikini Raya dan Jl. Prof. Dr. Satrio. Di Cikini, pemotongan terjadi sepanjang 1,2 km mulai dari kantor pos Cikini sampai restoran siap saji KFC Cikini.

Akibat pemotongan kabel serat optik itu, Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mencatat, 26 operator mengalami kerugan materiel dan imateriel.

Kerugian imateriel berkaitan dengan menurunnya kepuasan pelanggan, yang dikhawatirkan membuat mereka berhenti berlangganan. Adapun, kerugian materiel terjadi  karena Pemprov DKI tidak menyediakan tempat untuk penanaman kabel di bawah tanah atau ducting, sehingga anggota Apjatel harus berinvestasi sendiri.

Investasi untuk ducting tidaklah murah. Untuk jasa galian saja, biaya yang harus dikeluarkan Rp65.000 per meter. Artinya, untuk 1,2 km, biaya yang harus dikeluarkan senilai Rp78 juta per operator per jalur.

Rata-rata operator memiliki 2—4 jalur, sehingga biaya yang dikeluarkan berkisar Rp156 juta—Rp312 juta. Artinya, total biaya jasa galian dan ducting yang harus dikeluarkan 26 operator mencapai kisaran Rp4,05 miliar—Rp8,1 miliar. 

Angka tersebut belum termasuk investasi kabel. Harga kabel serat optik sekitar Rp50.000—Rp90.000 per meter. Untuk mencankup Jl. CIkini Raya, dibutuhkan kabel sepanjang 1,2 km. Artinya, investasi kabel dari masing-masing operator mencapai Rp60 juta—Rp108 juta untuk satu jalur. Dengan rata-rata jalur yang dimiliki mencapai 2—4 jalur, maka biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp216 juta—Rp432 juta. Adapun, jika harus ditotal keseluruhan angkanya mencapai Rp5,61 miliar—Rp11,23 miliar.

Ketua Umum Apjatel Muhamad Arif Angga mengatakan, hal lain yang membuat Apjatel geram atas tindakan Pemprov DKI Jakarta adalah pemotongan kabel dilakukan sebelum tenggat Desember 2019, tanpa koordinasi dengan operator.

 “Kalau penertiban dilakukan Desember, kenapa harus dipotong sekarang? Kalau dibilang mendesak, bagian mananya mendesak?” kata Angga.

Apjatel pun khawatir pemotongan kabel yang terjadi di Cikini akan merembet ke daerah lain. Atas sejumlah kejadian tersebut, Apjatel melaporkan Pemprov DKI atas tudingan tindakan maladministrasi.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho mengaku telah menerima laporan dari Apjatel.  Menurutnya, Pemprov DKI  seharusnya mendiskusikan terlebih dahulu dengan Apjatel sebelum memotong kabel.

 “Menurut Pelapor [Apjatel], tidak ada komunikasi dan lansung dilakukan pemutusan dan ini yang kami khawatirkan adalah penghentian layanan publik, bahkan sampai salah satu wilayah kementerian yang ada di Menteng. Ini tindakan semborono,” kata Teguh.

Di sisi lain, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugraha mengatakan pihaknya siap menghadapi pelaporan Apjatel. Pemprov DKI merasa mengatongi sejumlah payung hukum atas pemotongan kabel optik udara yaitu, UU No.6/ 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Daerah No.8/2007 tentang Ketertiban Umum, dan Peraturan Gubernur No.195/ 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penempatan Jaringan Utilitas.

Dia mengklaim pemotongan kabel telah dibicarakan dengan para operator penyedia internet sejak Januari 2019.Dalam peninjauan ke lapangan, sebelum memotong kabel, pihaknya juga telah menyurati Apjatel agar segera merelokasi kabel mereka.

“Langkah selanjutnya kami tetap jalankan program untuk penertiban kabel udara,” tegasnya.

Di tengah sikap Dinas Bina Marga DKI Jakarta yang berkeras melanjutkan aksi potong kabel serat optik, publik mempertanyakan komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam mewujudkan kota pintar.

Bagaimana bisa pemprov ‘mengebiri’ serat optik yang merupakan urat nadi dari proyek Jakarta Smart City?

Memang, ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh untuk menghadirkan internet di Jakarta tanpa kabel seperti, menggunakan satelit. Namun, apakah Pemprov DKI mau mengeluarkan biaya besar untuk satelit?

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper