Bisnis.com, JAKARTA — Tren penyimpanan data oleh perusahaan-perusahaan Indonesia diperkirakan bergeser dari pemanfaatan layanan on-premise ke komputasi awan publik.
Hal itu terjadi seiring dengan rencana perusahaan penyedia layanan komputasi awan global seperti Google dan Amazon untuk membangun pangkalan data di Indonesia.
Head of Operations IDC Indonesia Mevira Munindra mengatakan, perusahaan-perusahaan di Indonesia masih mengeluarkan biaya banyak untuk membeli perangkat keras.
“Jadi, sebenarnya dari pattern belanja dominasinya masih sama. Perusahaan masih mengeluarkan biaya paling banyak untuk membeli hardware,” ujarnya, belum lama ini.
Saat ini, sebagian besar perusahaan lokal baru berada di tahap mempertimbangkan efisiensi, produktivitas, serta fleksibilitas yang bisa diperoleh dari pemanfaatan layanan komputasi awan publik.
Mevira mengatakan beberapa perusahaan lokal mulai memadukan layanan on-premise dengan komputasi awan publik, atau yang lebih dikenal dengan istilah hybrid.
Pergeseran tersebut bakal mendorong perusahaan-perusahaan untuk memanfaatkan infrastruktur TI yang memungkinkan penggunaan komputasi awan publik.
Supply Chain Director Coca-Cola Amatil Indonesia Gigy Philip menilai tren migrasi penyimpanan data ke komputasi awan tidak hanya memengaruhi pola belanja TI perusahaan, tetapi juga kapasitas infrastruktur korporasi.
Menurutnya, Coca Cola Amatil Indonesia sudah mulai melakukan migrasi penyimpanan data perusahaan ke layanan komputasi awan publik sejak 5 tahun silam.
Adapun, CTO FinAccel Tan Alie menambahkan pergeseran tren penyimpanan data ke komputasi awan publik dinilai strategis bagi perusahaan rintisan karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah untuk pembelian perangkat keras.