Bisnis.com, JAKARTA -– Rencana pemerintah yang ingin menetapkan aturan mengenai validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada 17 Agustus mendatang memunculkan banyak spekulasi mengenai nasib gawai dari Black Market.
Diketahui, wacana validasi IMEI memang untuk mematikan peredaran ponsel ilegal yang merugikan negara dan industri dalam negeri tidak terjadi lagi.
KepalaSubdirektorat Industri Peralatan Informasi dan Komunikasi, Perkantoran, dan Elekronika Profesional Kemenperin Najamudin mengatakan aturan IMEI saat ini hampir rampung.
Rencana penetapatan regulasi tersebut pada 17 Agustus mendatang diperkirakan akan terealisasikan.
Meski demikian, dia mengatakan sebelum diberlakukan, regulasi tersebut akan digodok dulu oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta pihak-pihak terkait.
"Yang pasti mudah-mudahan tanggal 17 Agustus kami akan tandatangan. Kalau persennya, ya, sudah 50% lebih,” kata Najam di Jakarta, Kamis (12/7/2019).
Sebelumnya, William Siregar, Analis BNI Sekuritas, dalam risetnya menyebutkan bahwa dari penjualan ponsel dari pasar gelap sangat berdampak terhadap penjualan emiten berkode saham ERAA tersebut.
Menurut data Kementerian Perdagangan, ponsel black market telah membanjiri pasar Indonesia hingga 900.00 unit per bulan atau 7,2 juta-10,8 juta perangkat per tahun. Sementara itu, penjualan ERAA pada 2018 tercatat 16,16 juta.
Kendati aturan pemblokiran IMEI akan diterapkan pada Agustus 2019, William mencatat bahwa implementasi pemblokiran IMEI akan sepenuhnya dilaksanakan mulai 2020. Sementara itu, pemerintah telah mengkonfirmasi masa tenggang untuk perangkat black market selama 1-2 tahun.
"Kami memperkirakan dampak dari peraturan IMEI hanya akan terlihat pada 2020," sebutnya dalam riset yang dikutip.
Sementara itu, dia memperkirakan penjualan ERAA pada tahun ini akan lebih lemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. William memproyeksikan volume penjualan perangkat ERAA menjadi 14,3 juta pada 2019, atau melemah 11,5% dibandingkan tahun sebelumnya 16,16 juta pada 2018.
"Kami menurunkan rekomendasi beli menjadi netral, tetapi kami meningkatkan target harga pada tahun ini menjadi Rp1.900 dari sebelumnya Rp1.650," pungkasnya.