Bisnis.com, JAKARTA — Hutchison Asia Telecom (HAT) dan PT Tiga Telekomunikasi yang terafiliasi dengan pengusaha Garibaldi Thohir menyuntik modal segar sekitar Rp47 triliun dengan membeli saham baru yang diterbitkan oleh PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia).
Suntikan dana untuk operator seluler Tri menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Senin (22/4/2019).
Danny Buldansyah, Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia, menjelaskan bahwa pihaknya menerbitkan saham baru atas usulan dari pemegang saham PT Cyber Access Communications dan Tiga Telekomunikasi.
Penerbitan saham baru itu diserap oleh Hutchison Asia Telecom dan Tiga Telekomunikasi, sedangkan PT Cyber Access Communications yang sebelumnya merupakan pemegang saham mayoritas sebesar 65% tidak mengeksekusi seluruh haknya.
“Saat ini, prosesnya masih menunggu tanda tangan Menteri . Tambahan modal itu untuk memperkuat struktur finansial perusahaan,” katanya kepada Bisnis, Minggu (21/4/2019).
Setelah aksi korporasi itu rampung, Hutchison Asia Telecom bakal menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 66% dengan menyerap saham baru senilai Rp31 triliun, sedangkan kepemilikan Cyber Access Communications turun menjadi 1%.
Sementara itu, kepemilikan Tiga Telekomunikasi turun menjadi 33% dari sebelumnya 35% karena perusahaan tersebut hanya membeli saham baru sebesar Rp16 triliun-Rp17 triliun. (Lihat grafis)
“Walaupun berkurang dari 35% menjadi 33%, tetapi bukan berarti menjual karena dalam penerbitan saham baru, dia belinya lebih sedikit saja. Di peraturan, 67% asing kan, masih sesuai dengan aturan,” papar Danny.
Hingga berita ini diturunkan, Garibaldi Thohir tidak memberikan komentar saat dikonfirmasi oleh Bisnis mengenai transaksi penambahan modal tersebut.
Adapun, pria yang akrab disapa Boy Thohir ini masuk ke Tri Indonesia pada 2013 dengan membentuk konsorsium bersama Patrick Walujo—pendiri Northstar Group—dan membeli 35% kepemilikan saham Charoen Pokphand, konglomerat asal Thailand.
CEO dan Presiden Direktur Hutchison 3 Indonesia Cliff Woo mengatakan, kinerja usaha Tri Indonesia tumbuh dengan baik. Perseroan mampu membukukan kenaikan pendapatan dua digit secara tahunan pada 2018.
Selain itu, dia mengklaim bahwa EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) melonjak empat kali lipat pada 2018 dengan jumlah pelanggan mencapai 37 juta.
Trafik data Tri Indonesia meningkat lebih dari 80% pada tahun lalu dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dalam operasionalnya, perusahaan menggunakan sekitar 25.000 base transceiver station (BTS).
Dia menambahkan, dalam mengatur jaringan, perseroan berfokus pada kualitas jaringan dengan menggunakan pita spektrum 5 MHz tambahan pada frekuensi pembawa 2.100 MHz yang dialokasikan oleh pemerintah pada 2018.
Secara global, berdasarkan laporan tahunan Hutchison Group tahun buku 2018, Tri Indonesia berkontribusi sebesar 64% dari total jumlah pelanggan Hutchison Asia Telecommunications yang mencapai 49,82 juta pelanggan.
Pendapatan yang dibukukan Tri Indonesia sepanjang 2018 mencapai HK$7,31 miliar dengan EBITDA senilai HK$1,64 miliar.
Hutchison mengakui jumlah pelanggan Tri merosot 49% akibat pengetatan regulasi registrasi pelanggan prabayar.
POTENSI BESAR
Setyardi Widodo, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan bahwa suntikan dana jumbo kepada Tri Indonesia memberikan sinyal bahwa industri telekomunikasi di Indonesia masih menarik di mata investor.
Menurutnya, perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat saat ini akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan terhadap infrastruktur telekomunikasi.
“Saya menduga itu menandakan mereka melihat industri telekomunikasi di Indonesia memiliki prospek yang bagus, meskipun ada banyak tekanan,” tutur Setyardi.
Merza Fachys, Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia, mengatakan penambahan modal dan investasi secara konsisten merupakan kebutuhan di industri telekomunikasi.
Dia mengatakan investasi secara konsisten merupakan cara agar perusahaan telekomunikasi di Tanah Air mampu bertahan dan terus berkembang.
“Oleh sebab itu, perusahaan telekomunikasi yang merugi pun dipastikan akan terus investasi apabila ingin survive,” katanya.
Saat ini, pemerintah mendorong para pelaku bisnis di industri telekomunikasi melakukan konsolidasi agar lebih efisien dalam operasional. Apalagi, kinerja sejumlah perusahaan telekomunikasi tertekan.
Menurut data, PT Indosat Tbk., PT XL Axiata Tbk., dan PT Smartfren Telecom Tbk. membukukan kerugian sepanjang tahun lalu. Data itu diperoleh dari laporan keuangan masing-masing perusahaan.