Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menganggarkan Rp400 miliar untuk mendukung perkembangan perusahaan rintisan.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menjabarkan, anggaran pengembangan perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) atau startup tahun ini naik dari realisasi tahun lalu sejumlah Rp275 miliar.
Adapun, anggaran tahun ini akan dialokasikan senilai Rp295 miliar untuk pengembangan 295 tenants atau calon startup, serta Rp75 miliar untuk 73 prototipe industri.
“Anggaran sisanya [sekitar Rp40 miliar akan dialokasikan] untuk startup yang membutuhkan dana,” ujarnya di sela-sela acara Indonesia Startup Summit 2019, Rabu (10/4).
Menurutnya, saat ini pertumbuhan usaha rintisan di Tanah Air sudah melampaui Iran, yang telah lebih dahulu mengembangkan ekosistem startup. Dia menyebut, Iran telah mengembangkan startup sejak 2004 dan dalam 10 tahun terakhir hanya dapat melahirkan 1.000 startup baru.
Sebaliknya, ekosistem startup di Indonesia baru merebak pada 2014. Namun, hanya dalam kurun 4 tahun, jumlah startup baru di Tanah Air menembus 1.307 unit. Sebanyak 1.307 startup tersebut dibagi menjadi dua kategori yakni PPBT yang sudah masuk industri dan calon PPBT.
“[Sebanyak] 558 [startup di antaranya] merupakan perusahaan pemula berbasis teknologi, sisanya adalah calon startup. Tentunya, ke depan kami akan terus menjaring agar startup di Indonesia makin banyak [dan bisa] masuk ranking ke-5 dunia,” tuturnya.
Lebih lanjut, Menristekdikti menyatakan, pengembangan startup di Tanah Air membutuhkanperan dari pelaku industri dan perguruan tinggi. Salah satunya, dengan membuat program studi yang ada di perguruan tinggi dapat menunjang lahirnya startup.
Sementara itu, Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung berpendapat pemerintah seharusnya memiliki peta jalan pengembangan usaha rintisan domestik yang jelas.
Pasalnya, selama ini pemerintah dinilai hanya mengejar pertambahan jumlah startup tanpa melihat dan mengevaluasi berapa banyak yang berhasil bertahan dan berapa banyak yang gugur.
“Pemerintah selama ini hanya mengejar target jumlah startup saja tanpa melakukan evaluasi dan melihat ada berapa banyak yang gugur. Enggak bisa dipungkiri juga banyak yang gugur,” tuturnya.
Terlebih, sebut Ignatius, saat ini setiap kementerian mempunyai program pengembangan startup. Misalnya, Kemenristekdikti, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Padahal, menurutnya, pemerintah dapat menjadikan program itu dalam satu kanal dan dikelola oleh satu kementerian saja sehingga program pengembangan startup di Tanah Air bisa menjadi lebih fokus.
“Selama ini kan proyeknya sendiri-sendiri. Harusnya, [program pengembangan startup] ini digabung satu kementerian saja biar fokus,” ujarnya.