2Membangun dengan Passion
2. Soal Kesenangan (Passion)
Saya selalu senang hal baru. Hal baru memberikan pembelajaran baru dan wawasan baru. Kampus ITB saya manfaatkan juga untuk mengeksplor hal-hal baru. Saya bergabung dengan banyak organisasi sewaktu di ITB. Dari KM ITB saya belajar berpikir kritis (kadang sering demo). Dari himpunan saya belajar kekompakan. Dari Menwa saya belajar kedisiplinan dan ketahanan Dari ARC saya belajar bagaimana ngoprek dan memecahkan suatu masalah.
Saya juga senang sekali mengikuti lomba-lomba di bidang software sehingga memiliki tabungan yang lumayan lah. Waktu-waktu di ITB sangat tidak saya sia-siakan. Saya terus mencari apa yang sebenarnya menjadi kesenangan saya yang abadi nanti. Kita tidak pernah tahu apa isi hati/jiwa kita sampai kita terus mencoba dan mengeksplorasinya.
Karena pertemanan yang luas di kampus, saya juga membuat sebuah unit bernama Techno Entrepreneurship Club. Kami berpikir, mahasiswa ITB harusnya membuka lapangan pekerjaan, bukan malah mendesak mahasiswa lain yang dulu sudah gagal masuk ITB, masa harus gagal lagi masuk dunia kerja gara-gara mahasiswa ITB, ha ha ha...
Di klub ini kami konkrit membuat warung mie ayam sebagai eksperimen. Semua menggunakan uang pribadi kita sendiri-sendiri, dan ternyata gagal. Di sinilah saya pertama kali gagal dan kehilangan uang besar (untuk ukuran waktu itu) untuk pertama kalinya. Sedih rasanya waktu itu. Tapi belakangan saya bersyukur, karena kegagalan inilah saya bisa lebih matang menyiapkan eksplorasi saya selanjutnya.
Suatu ketika, saya dikontak oleh sebuah stasiun televisi untuk membuat sebuah software quick count pemilu, mereka mendapatkan referensi dari teman saya. Walau saya belum pernah membuat software quick count, tapi saya yakin itu bisa dilakukan, toh semua ada di Internet. Tidak ada yang tidak mungkin dibuat, itu dogma jurusan saya Teknik Informatika, STEI.
Tanpa berpanjang-lebar saya mengiyakan bisa membuat software tersebut yang diberi deadline hanya 7 hari. Mereka bertanya berapa biayanya? Saya jawab "1.5 juta". Hitung-hitungan saya, uang tersebut cukup untuk 6 bulan hidup, toh cuma 7 hari pengerjaannya. Pasti untung... wong tidak ada biaya... cincai laaa (seperti iklan Bukalapak).
Pagi-siang-malam saya begadang mengerjakan software tersebut di kosan (Tubagus) dan akhirnya di hari H software tersebut lancar disiarkan di stasiun TV nasional. Itulah project komersial pertama saya yang dinikmati oleh puluhan bahkan ratusan juta orang di seluruh Indonesia. Ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, senang sekali rasanya waktu itu hasil karya tangan sendiri dinikmati banyak orang.
Namun belakangan saya baru tahu nilai proyeknya ratusan juta. Tapi saya tidak menyesal karena setelahnya saya yang masih kuliah tingkat 3 waktu itu, mendapatkan kepercayaan dari stasiun TV nasional untuk project selanjutnya, yang tentu nilainya kini berbeda dari sebelumnya. Saya naikkan 10x lipat dan mereka masih mau! Kesenangan inilah yang menjadi momen penting dan jatuh cintanya saya pada dunia software.
Kita tidak pernah tahu apa jadinya diri kita di masa depan. Hidup ini menurut saya seperti air. Ikuti saja kemana air mengalir, sambil mencoba hal-hal baru yang lewat dan terus ikuti kata hati kita (inner voice). Jika senang dan mau, coba! Jika tidak ya tidak perlu dicoba. Kita bisa menjadi terbaik karena kita senang dan mau di bidang itu. Carilah kesenanganmu (passion).