E-Commerce 4.0 Adalah Era Omnichannel

Deandra Syarizka
Selasa, 19 Februari 2019 | 20:28 WIB
 Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan (paling kanan), Pengamat Ekonomi Yustinus Prastowo (kedua kiri), CEO Blibli.com Kustomo Martono (kedua kanan) dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf (tengah) dalam diskusi bertajuk E-Commerce 4.0, What Next, Demistifying The Future of E-Commerce in Indonesia, Selasa (19/02)/Bisnis-Deandra Syarizka
Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan (paling kanan), Pengamat Ekonomi Yustinus Prastowo (kedua kiri), CEO Blibli.com Kustomo Martono (kedua kanan) dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf (tengah) dalam diskusi bertajuk E-Commerce 4.0, What Next, Demistifying The Future of E-Commerce in Indonesia, Selasa (19/02)/Bisnis-Deandra Syarizka
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Strategi omnichannel atau yang juga dikenal sebagai O2O (online to offline) menjadi salah satu penanda masuknya era E-Commerce 4.0. Sejalan dengan itu, para pelaku e-commerce dinilai perlu untuk menyiapkan infrastruktur teknologi yang memadai untuk beradaptasi.

 Hal itu diungkapkan Managing Director Ipsos Indonesia Soeprapto Tan dalam diskusi bertajuk E-Commerce 4.0, What Next, Demistifying The Future of E-Commerce in Indonesia, Selasa (19/2/2019).

Soeprapto memaparkan, era e-commerce 1.0 dimulai saat internet memungkinkan terjadinya komunikasi atau pertukaran informasiantara pihak penjual dan konsumen, yang terjadi pada sekitar tahun 90-an.

Selanjutnya, era e-commerce 2.0 terjadi saat platform dagang-el mulai diperhitungkan sebagai salah satu saluran untuk membantu upaya-upaya penjualan barang dan jasa, dan terjadi pada 90-an hingga tahun 2000-an.

Sementara, e-commerce 3.0 yang terjadi dalam rentang waktu 5 hingga 6 tahun terakhir ditandai dengan adanya pergerakan trafik platform dagang-el yang tumbuh signifikan, berkat perkembangan teknologi dan pertumbuhan pengguna smartphone.

Momentum ini dilanjutkan dengan era e-commerce 4.0 yang ditandai dengan banyaknya pelaku e-commerce yang menerapkan strategoi O2O, dan juga maraknya penggunaan inovasi teknologi seperti kecerdasan buatan, dan internet of things (IoT).

 “Menghadapi era e-commerce 4.0, kami menganggap ada empat pilar utama yang perlu mendapat perhatian para pelaku e-commerce,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjabarkan, keempat pilar tersebut antara lain infrastruktur untuk memudahkan para pelaku industri e-commerce dapat menhadirkan inovasi terbaru, kesiapan konsumen dan mitra bisnis dalam mengadopsi teknologi inovasi terbaru. Selain itu, juga diversifikasi kategori produk untuk menjawab kebutuhan konsumen, dan bagaimana industri kreatif di Indonesia dapat memberikan kontribusinya dalam meningkatkan kreativitas para pelaku bbisnis dalam memanfaatkan platform dagang-el yang tersedia.

Dalam hasil survei daring terhadap 1.000 responden bertajuk Demistify The Future of e- commerce in Indonesia yang dilakukan Ipsos pada 2018, 10 platform yang paling sering dikunjungi sepanjang tahun lalu berturut-turut adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, JD.ID, Blibli, OLX, Matahari Mall, Blanja.com dan Ali Express.

Mengenai cara pembayaran, sebesar 26% dari konsumen e-commerce masih tergantung pada pembayaran melalui transfer di ATM, disusul dengan internet banking 19% dan15% melalui channel lainnya.

Adapun untuk metode pengiriman, mayoritas konsumen sebesar 62% masih memanfaatkan pengiriman regular 2—3 hari, 29% pengiriman ekspres, 5% pengiriman di hari yang sama dan 4 pengiriman instan.

Pengamat Ekonomi Yustinus Prastowo menambahkan, diskursus mengenai e-commerce yang makin marak belakangan ini menunjukkan kesadaran masyarakat mengenai ekonomi digital yang semakin baik. Dalam hal ini, dia menilai pemerintah diharapkan dapat memeran diri lebih dari sekadar regulator, tetapi juga sekaligus sebagai fasilitator dan akselerator ekonomi digital melalui desain kebijakan yang komprehensif.

“Sekarang yang diperlukan adalah adjustment karena e-commerce merupakan hal yang sama sekali baru yang membuat semua orang menjadi gugup dan gagap. Ada kesalahpahaman seolah-olah revolusi industri 4.0 mengubah online menjadi offline, padahal yang dimaksud adalah memadukan manufacture dengan perkembangan teknologi,” jelasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Deandra Syarizka
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper