Bisnis.com, JAKARTA -- ZTE Corp. telah menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah AS untuk mencabut moratorium selama tujuh tahun yang dijatuhkan terhadap perusahaan telekomunikasi terbesar kedua China itu.
Kesepakatan awal ini mencakup denda sebesar US$1 miliar terhadap ZTE, ditambah escrow senilai US$400 juta sebagai kompensasi pelanggaran yang mungkin terjadi di masa depan. Hal itu disampaikan beberapa sumber Reuters yang tidak disebutkan namanya, seperti dilansir Rabu (6/6/2018).
Terkait hal ini, juru bicara Departemen Perdagangan AS mengatakan belum ada perjanjian final yang ditandatangan kedua pihak. Adapun ZTE belum memberikan pernyataan.
Sumber itu menyampaikan Departemen Perdagangan AS berencana mengamandemen perjanjian pada 2017 dan memasukkan pembayaran US$361 juta dari ZTE ke dalamnya. Dengan demikian, jumlah denda yang diterima Pemerintah AS mencapai US$1,7 miliar.
Pada akhir pekan lalu, ZTE disebut telah meneken kesepakatan dengan AS tapi belum menandatangani amandemen perjanjian sebelumnya.
ZTE juga diklaim berjanji mengganti dewan direksi dan jajaran eksekutifnya dalam 30 hari. Selain itu, perusahaan tersebut akan mengizinkan kunjungan dari Pemerintah AS ke pabriknya untuk memastikan penggunaan komponen produk AS sesuai izin serta mengumumkan penggunaan produk AS dalam laman resminya.
Seperti diketahui, Pemerintah AS telah melarang perusahaan-perusahaan AS untuk menjual perangkat lunak atau komponen teknologi ke ZTE setelah perusahaan itu diketahui melanggar aturan mengenai sanksi AS terhadap Iran.
ZTE berkonspirasi untuk menghindari embargo AS dengan membeli komponen-komponen buatan AS, merakitnya ke dalam perangkat ZTE, dan mengapalkannya secara ilegal ke negara Timur Tengah itu.
ZTE membayar denda dan penalti senilai US$890 juta, sekitar Rp12,2 triliun, dan tambahan penalti sebesar US$300 juta, sekitar Rp4,1 triliun, yang dapat diberikan dalam keadaan tertentu.
Sebagai bagian dari kesepakatan, ZTE berjanji untuk memberhentikan 4 pejabat senior dan memberikan sanksi kedisplinan kepada 35 stafnya. Namun, pada Maret 2018, perusahaan yang berbasis di Shenzen itu mengaku belum menjatuhkan sanksi kedisiplinan kepada 35 staf tersebut.
Isu ZTE turut masuk dalam pembicaraan sengketa dagang antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.