ZTE Diperkirakan Merugi Rp44,5 Triliun Akibat Moratorium AS

Annisa Margrit
Rabu, 23 Mei 2018 | 10:08 WIB
Nama perusahaan ZTE terlihat di bagian luar gedung riset dan pengembangan ZTE di Shenzhen, China/Reuters-Bobby Yip
Nama perusahaan ZTE terlihat di bagian luar gedung riset dan pengembangan ZTE di Shenzhen, China/Reuters-Bobby Yip
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- ZTE Corp. diperkirakan bakal mengalami rugi setidaknya sebesar 20 miliar yuan atau sekitar Rp44,5 triliun sebagai dampak moratorium AS.

Meski demikian, perusahaan teknologi asal China itu masih berharap dapat segera mencapai kesepakatan dengan Pemerintah AS.

Bahkan, seperti dilansir dari Bloomberg, Rabu (23/5/2018), perusahaan tersebut sudah memiliki rencana untuk segera mengaktifkan pabrik-pabrik yang selama ini tidak beroperasi dalam hitungan jam setelah AS setuju untuk mencabut moratorium tujuh tahunnya.

Hal itu disampaikan oleh sumber Bloomberg yang enggan disebutkan namanya. Adapun ZTE menolak berkomentar terhadap hal ini.

Menurut sumber tersebut, aksi AS menakuti klien potensial ZTE yang bisa membuat mereka membatalkan perjanjian bisnis. Dengan moratorium yang berlaku, ZTE kehilangan biaya operasional senilai 80-100 juta yuan per hari dan sebagian besar dari 75.000 pegawainya menganggur sementara.

Seperti diketahui, Pemerintah AS telah melarang perusahaan-perusahaan AS untuk menjual perangkat lunak atau komponen teknologi dari ZTE setelah perusahaan itu diketahui melanggar aturan mengenai sanksi AS terhadap Iran.

ZTE berkonspirasi untuk menghindari embargo AS dengan membeli komponen-komponen buatan AS, merakitnya ke dalam perangkat ZTE, dan mengapalkannya secara ilegal ke negara Timur Tengah itu.

ZTE membayar denda dan penalti senilai US$890 juta, sekitar Rp12,2 triliun, dan tambahan penalti sebesar US$300 juta, sekitar Rp4,1 triliun, yang dapat diberikan dalam keadaan tertentu.

Sebagai bagian dari kesepakatan, ZTE berjanji untuk memberhentikan 4 pejabat senior dan memberikan sanksi kedisplinan kepada 35 stafnya. Namun, pada Maret 2018, perusahaan yang berbasis di Shenzen itu mengaku belum menjatuhkan sanksi kedisiplinan kepada 35 staf tersebut.

Pada Selasa (21/5), Presiden AS Donald Trump mengaku tengah mempertimbangkan mengganti moratorium dengan denda hingga lebih dari US$1 miliar, didasari oleh hubungannya dengan Presiden China Xi Jinping. Seperti diketahui, kedua negara sedang melakukan negosiasi dagang pasca retorika perang dagang.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit
Sumber : Bloomberg
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper