Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) menyatakan salah satu penyebab utama penyelenggara jasa Internet Indonesia masih menggunakan fiber optik impor karena harga dan biaya operasional lebih murah dibandingkan produk lokal.
Lukman Adjam, Ketua Umum Apjatel mengatakan selama ini hampir seluruh penyelenggara jasa Internet Indonesia menggunakan fiber optik dari luar negeri seperti di antaranya dari Eropa dan China. Menurutnya, produsen fiber optik lokal seharusnya tidak mematok harga tinggi jika ingin bersaing di pasar fiber optik.
"Saya sampai sekarang juga masih belum tahu pasti kenapa harga lokal ini malah lebih mahal daripada produk impor. Pada akhirnya penyelenggara jasa Internet akan pilih produk impor," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Selasa (24/1).
Dia menilai dari sisi kualitas, produk fiber optik lokal tidak kalah jika dibandingkan dengan produk impor. Namun, sampai saat ini belum ada produsen fiber optik lokal yang dapat memproduksi kabel bawah laut untuk digunakan penyelenggara jasa Internet.
"Memang kalau kita lihat, sampai saat ini belum ada pabrikan lokal yang memproduksi kabel di bawah laut. Mungkin karena permintaannya juga belum besar ya," katanya.
Seperti diketahui, sampai saat ini sudah banyak produsen fiber optik dari dalam negeri yang mulai bermunculan seperti PT Communication Cable System Indonesia, PT Prysmian Cable Indonesia, PT BICC Berca, PT Furukawa-Supreme, PT Jembo, PT Sumi-Indo dan PT Voksel yang memiliki kualitas setara dengan fiber optik dari luar negeri.
Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres) No. 2/2009 tentang penggunaan produk dalam negeri juga menyebutkan penggunaan produk dalam negeri bertujuan untuk mendorong industri dalam negeri sehingga dapat membuat perekonomian Tanah Air tumbuh signifikan.
Menurut Lukman pemain fiber optik dalam negeri selama ini dinilai hanya mampu membuat kabel untuk wilayah perkotaan. Namun untuk wilayah laut dalam seperti pada Indonesia Bagian Timur, masih belum mampu.
"Jadi ada kapal khusus untuk menggelar kabel di wilayah laut dalam. Itu baru Jepang yang punya. Mungkin kalau laut dangkal, produk lokal masih bisa," ujarnya.
Kendati demikian, dia tetap mendukung regulasi pemerintah terkait pengenaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) terhadap fiber optik. Lukman mengatakan besaran pengenaan komponen lokal pada fiber optik tersebut akan disesuaikan oleh pemerintah sebagai regulator terhadap seluruh penyelenggara jaringan, termasuk dalam proyek palapa ring.
"Kami tetap mendukung regulasi pemerintah itu. Intinya regulasi itu dibuat untuk mendorong industri lokal," tukasnya.
Sebelumnya, PT Voksel Electric Tbk menyatakan sudah mendapatkan sertifikasi TKDN sebesar 95% dari Kementerian Perindustrian untuk kebutuhan power cable dan fiber optik bagi penyelenggara jaringan Internet.
David Lius, CEO PT Voksel Electric mengemukakan pengguna fiber optik buatan Voksel sampai saat ini lebih didominasi oleh PT Telkom Indonesia dengan komposisi sebesar 70% dan non Telkom sekitar 30%. Menurutnya, Voksel telah mensupply jaringan fiber optik untuk backbone di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan hingga 1.200 KM.
"Seluruh proses produksi kami 100% sudah di Indonesia dengan lokasi pabrik di Cileungsi, Bogor. Untuk fiber optik, kami sudah mulai sejak 1987 dan mempekerjakan 1300 karyawan," tukasnya.
Berkaitan dengan itu, PT Mega Akses Persada (FiberStar) tengah bekerja sama dengan Google Accelerator untuk meningkatkan akses jaringan video streaming seperti Youtube di Indonesia.
Thomas Dragono, Commercial Director PT Mega Akses Persada (FiberStar) mengemukakan box accelerator milik Google tersebut dapat digunakan untuk memperkuat akses jaringan pengguna Internet pada saat berselancar di Youtube. Dia berharap melalui kerja sama tersebut penetrasi Internet dapat lebih banyak di Indonesia.
"Kehadiran accelerator ini akan menjadi titik baru bagi masa depan koneksi Internet berkecepatan tinggi di Indonesia," katanya.
Sementara itu, Google's Next Billion Users Team, Scott Dougall berpandangan penetrasi Internet di Indonesia sangat besar. Menurutnya, pengguna Internet Indonesia didominasi oleh pengakses video streaming Youtube.
"Perkembangan Internet di Indonesia semakin pesat saat ini. Ini dikontribusi oleh masyarakat Indonesia yang lebih banyak menonton video online," tukasnya.
Seperti diketahui, box accelerator milik Google tersebut selain dapat mempercepat akses Youtube juga dapat menyimpan lebih dari 150.000 video Youtube terpopuler pada jaringan lokal. Teknologi yang dihadirkan Google tersebut juga dinilai dapat meminimalisir buffering pada saat menggunakan Youtube.