Bisnis.com, JAKARTA - Peluang bisnis data center lokal semakin besar setelah terjadinya peristiwa pembobolan data center dan sebanyak 1 miliar akun Yahoo dicuri oleh pihak ketiga pada September 2016.
Heru Sutadi, Pengamat ICT, mengemukakan tragedi pembobolan miliaran akun Yahoo tersebut dinilai dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia agar segera merampungkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 82/2012 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Menurutnya, untuk mengantisipasi pembobolan data, seluruh industri diharapkan menempatkan data center dan data recovery center di Indonesia. "Pemerintah harus segera merampungkan PP itu, jika tidak maka keamanan data dan privasi pengguna akan terganggu," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Minggu (18/12/2016).
Menurutnya, Indonesia membutuhkan platform e-mail nasional yang diperuntukkan bagi seluruh WNI. Dengan demikian, menurut Heru, jika ada peristiwa pembobolan data serupa baik di Yahoo maupun Google, maka tidak akan berdampak bagi pengguna di Indonesia.
"Pemerintah sudah harus memikirkan untuk membuat satu platform e-mail nasional dan menempatkan data center platform e-mail itu di Indonesia," katanya.
Dia berpandangan salah satu dampak positif jika PP 82/2012 tersebut segera diimplementasikan oleh pemerintah yaitu kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan semakin membaik, karena data pribadi pengguna secara resmi akan mendapatkan perlindungan langsung dari negara.
Selain itu, bisnis data center lokal diprediksi juga akan tumbuh karena regulasi tersebut mengharuskan industri menggunakan data center lokal. "Negara seharusnya secara keras berusaha untuk melindungi data pribadi pengguna," ujarnya.
Heru mengatakan tantangan yang akan dihadapi oleh Kemenkominfo setelah regulasi tersebut diterapkan adalah komitmen untuk menerapkan kepada masyarakat yang seringkali membuka data pribadinya melalui akun media sosial.
Selain itu, pekerjaan rumah Kemkominfo yang lain adalah melawan developer aplikasi yang seringkali meminta akses data pribadi penggunanya agar aplikasi tersebut dapat berjalan dengan baik.
"Misalnya pemaksaan developer aplikasi yang secara sepihak ketika akan menginstal aplikasi pengguna dipaksa untuk share misalnya location, GPS, dan e-mail. Ini juga berbahaya," tuturnya.
LAYANAN GRATIS RAWAN
Secara terpisah, Ketua Umum Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengimbau kepada masyarakat agar tidak lagi menggunakan layanan gratis yang dinilai rawan dari sisi keamanan data.
"Kini sudah saatnya masyarakat memikirkan agar tidak lagi menggunakan layanan gratisan dan pola pikir masyarakat terhadap Internet juga harus berubah," katanya.
Dia mengatakan implementasi PP 82/2012 tidak akan membedakan budaya masyarakat terhadap Internet. Ardi mengatakan alasan pembobolan seringkali terjadi karena SDM yang tidak paham tentang teknologi dan mengantisipasi berbagai celah keamanannya.
"Masalah SDM memang jadi tantangan paling berat di seluruh dunia saat ini. Tidak hanya Yahoo yang dibobol karena masalah SDM, tetapi juga NSA ikut kebobolan," ujarnya.
Sementara itu, Principal Security Researcher Kaspersky Lab, David Emm menilai pengumuman pembobolan yang terjadi terhadap milyaran akun Yahoo dinilai tidak akan memberikan pertolongan apapun kepada penggunanya. Artinya, pengguna tetap dirugikan karena datanya bocor kepada pihak ketiga.
"Insiden pelanggaran keamanan yang dialami Yahoo ini menggarisbawahi pentingnya regulasi untuk mengambil tindakan agar data pelanggan lebih aman," tuturnya.
Seperti diketahui, berdasarkan data Kaspersky Lab lebih dari 1 miliar akun Yahoo telah diretas oleh pihak ketiga pada Agustus 2013. Kemudian sekitar 500 juta akun Yahoo kembali bocor September 2016. Beberapa data yang dicuri oleh peretas pada akun Yahoo tersebut di antaranya adalah informasi nama, nomor telepon, alamat e-mail dan password.