Bisnis.com, Jakarta- Keterbatasan pilihan operator dan akses telekomunikasi menjadi kendala di berbagai wilayah Indonesia ditengah upaya mendongkrak potensi ekonomi melalui teknologi informasi. Karenanya upaya pemerintah melakukan penyempurnaan regulasi untuk pemerataan TIK (teknologi informasi dan telekomunikasi) perlu didukung.
"Kebijakan yang pro rakyat dan harus kita dukung bersama. Agar ada pemerataan dan keadilan TIK di seluruh Indonesia," tutur Sekjen Lisuma Indonesia, Al Akbar Rahmadillah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/12/2016).
Lebih lanjut Akbar menjelaskan, Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informasi memuat satu paket berisi dua hal yang mungkin terlewati untuk dibahas, yaitu tarif interkoneksi turun rata-rata 26 persen dan ratio offnet/on-net dibuat max tiga kali tarif on-net.
"Jika ini dilakukan oleh semua operator maka tarif offnet ke masyarakat bisa turun mencapai 75% atau menjadi tinggal 25% dari tarif off-net yg berlaku saat ini ," terangnya.
Masyarakat terutama di luar Jawa, lanjutnya, berhak menuntut pengurangan biaya interkoneksi kepada semua operator. Mereka juga berhak memiliki pilihan operator mana yang hendak dipakai dan terjangkau seperti halnya di Jawa.
Karenanya, Lisuma pun mendukung Presiden Jokowi untuk terus membesarkan Telkom untuk dijadikan penyelenggara backbone nasional. Hal ini sejalan cita-cita pemerintah yaitu mewujudkan kedaulatan cyber Indonesia, untuk memajukan E-Commerce Indonesia.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Bidang Ekonomi, Rony Mamur Bishry mengatakan saat ini memang banyak masalah terkait telekomunikasi di daerah Timur, terutama mahalnya tarif dan keterbatasan pilihan. Namun, upaya pemerintah dalam merevisi PP No. 52 dan 53 tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak pertimbangan yang membuat proses ini tidak bisa berjalan dengan cepat.
"Semua orang Indonesia berhak mendapatkan akses informasi yang terjangkau. Oleh karena itu diperlukan regulasi yang tepat,” ujar Rony dalam Seminar Nasional yang diadakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Dia menjelaskan, revisi PP 52 & 53 merupakan upaya pemerintah untuk pemerataan akses dan menurunkan biaya telekomunikasi. Dana dari USO banyak dialokasikan untuk wilayah Timur Indonesia untuk menurunkan kesenjangan TIK.
"Ada pihak-pihak yang menghitung secara bisnis merasa rugi karena sudah berinvestasi besar, tapi harus sharing dengan operator lain. Sudah sempat ada solusi agar bisa dilakukan sistem sewa jaringan antar mereka, namun hal itu masih dibicarakan kembali," jelasnya.
Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sulawesi Selatan, Ambo Masse,mengungkapkan kesenjangan di sektor TIK memang masih sangat besar. Penggunaan internet di Sulawesi Selatan contohnya, hanya terdapat 7,5 juta pengguna internet atau hanya 7,7% dari seluruh pengguna internet di seluruh Indonesia.
“Sebagian besar sebarannya hanya ada di Jawa dan Sumatera. Tidak banyak pilihan operator di daerah Timur, contohnya Sulawesi, hanya ada beberapa saja,” ujarnya.
Hal ini menurutnya, tidak memiliki manfaat baik kepada konsumen, karena meskipun mereka tidak puas terhadap kualitas layanan dan tarif, tetapi mereka tetap terpaksa pakai karena tidak ada pilihan lain.
"Potensinya masih sangat terbuka dikembangkan. Dan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menciptakan kemerataan, agar tercipta keadilan telekomunikasi di seluruh nusantara," tegasnya.
Selain revisi, proses pemerataan sektor TIK juga dilakukan dengan pembangunan jaringan Palapa Ring, yaitu membangun kabel bawah laut yang dapat menghubungkan seluruh Indonesia sehingga wilayah Timur bisa mendapatkan akses yang sama dengan yang ada di Pulau Jawa.
"Apa yang dilakukan pemerintah sudah tepat. Kita memang sedang jalan ke sana untuk memeratakan akses TIK ke wilayah Timur melalui Palapa Ring,” ujar Pengamat TIK dari UIN Alauddin, Faisal Akib.
Faisal menambahkan bahwa apabila Palapa Ring rampung pada 2018 atau 2019, maka berikutnya diperlukan usaha dari akademisi untuk menciptakan SDM yang andal dalam memberikan edukasi kepada masyarakat di daerah.
Jika sudah tersambung semua, warga di timur Indonesia tak perlu lagi bekerja di kota besar seperti di Jakarta . Para mahasiswa setelah lulus bisa kembali ke daerahnya masing-masing untuk memberikan manfaat buat masyarakat karena mendapatkan uang secara mobile melalui e -commerce.
“Pemanfaatan TIK sangat luas untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Mereka di daerah bisa berbisnis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup tanpa perlu hijrah ke kota," pungkasnya.