Dadan Kurniadipura: Mimpi One Billion Dollar Company

Asep Dadan Muhanda
Rabu, 23 September 2015 | 06:00 WIB
Direktur Utama Bright PLN Batam Dadan Kurniadipura. /Bisnis.com
Direktur Utama Bright PLN Batam Dadan Kurniadipura. /Bisnis.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Pelayanan Listrik Nasional Batam atau Bright PLN Batam dituntut menghasilkan margin laba tinggi. Di sisi lain entitas ini harus seirama dengan pemerintah daerah.

Apa kiat Direktur Utama Bright PLN Batam Dadan Kurniadipura menyikapi tantangan dan peluang sebagai penyedia listrik swasta? Bisnis.com mewawancarainya baru-baru ini. Berikut petikannya:

Bisa Anda gambarkan perkembangan kinerja PLN Batam saat ini?

Secara umum, selama empat tahun saya di sini, margin terus meningkat. Walaupun yang namanya bisnis infrastruktur itu tidak ada yang mampu untung hingga 30%-40% per tahun seperti bisnis lainnya. Infrastruktur itu tarifnya kan diregulasi, diatur sama pemerintah. Namun secara umum selama empat tahun PLN Batam itu terus tumbuh.

Di samping itu, PLN Batam adalah satu-satunya PLN swasta yang survive. Ada dua PLN swasta yang melayani listrik hingga rumah tangga, yaitu PLN Tarakan (Kalimantan Utara) dan PLN Batam. Yang di Tarakan kesulitan, karena energi primer yang tadinya berharap dari gas sekarang harus bakar solar. Kalau bakar solar harga jual listriknya harus di atas Rp3.000 per kWh, lebih mahal dari tarif listrik nasional yang dipasok PLN Persero. Nah, Batam ini bisa survive.

Saya masuk Januari 2012, saat itu masih bakar solar, masih ada gas, dan PLTU batu bara baru masuk. Lalu, ada kejadian, selama tiga bulan pada April, Mei, Juni 2012, mesin gas dengan kapasitas 40 MW rusak. Terpaksa kami bakar solar untuk menutup kerusakan tadi. Padahal, pembangkit yang menggunakan solar sehari cuma menyala 3 jam. Namun selama 3 bulan itu, untung kami tergerus Rp40 miliar akibat harus bakar solar.

Padahal saat itu total keuntungan kami baru sekitar Rp45 miliar. Pertanyaan saya waktu itu, Batam ini kan tidak disubsidi. Artinya kami sebenarnya bisa melakukan pemadaman untuk mengurangi kerugian dari pada membakar solar. Sebab kalau PLN pusat memadamkan [listrik] pelanggan, mereka bisa mengajukan kekurangan subsidi ke pemerintah.

PLN Batam, karena swasta tanpa subsidi, saya pikir kenapa pusing, kalau tidak ada kemampuan, kami padamkan saja, kita kan berbisnis. Tapi itu kalau berpikir ekstrem. Kami tidak seperti itu karena ini bisnis layanan. Tinggal ke depan kami inventarisasi masalah. Akhirnya kami bikin komitmen, sejak Agustus 2012 haram bakar solar. Ini supaya margin bagus, supaya biaya pokok produksi kami rendah dan harga jual listrik terjangkau oleh masyarakat.

Biaya pokok produksi sekarang bisa dipatok di kisaran Rp1.100 per kWh sampai Rp1.250 per kwh. Harga jual listrik rumah tangga sekitar Rp1.280-Rp1.300 per kWh. Tetap kami ada margin, meski di angka 4%--5%, tapi untuk bisnis infrastruktur listrik menurut saya itu sudah survive.

Sebenarnya idealnya margin itu 8% agar bankable. Namun, meskipun margin bisnis listrik di bawah 8%, bisnis infrastruktur ini lebih sustainable, lebih terjamin.

Bagaimana penetapan tarif di PLN Batam? Perusahaan swasta tanpa subsidi tetapi tarif masih tetap diatur pemerintah?

Penetapan tarif ada dua yaitu TLB, tarif listrik Batam sama seperti tarif dasar listrik (TDL) dan PTLB atau penyesuaian tarif listrik berkala yang disesuaikan setiap tiga bulan sekali tergantung pada inflasi, kurs dolar, dan harga energi primer. Terakhir, penyesuaian tarif pada Juni 2014. Akhir tahun ini ada pilkada serentak, penaikan tarif listrik ini jadi tidak populer.

Namun, kita harus survive. Sekarang fokus kami adalah bagaimana melakukan efisiensi di sisi hulu, yaitu pembangkitan, karena mengajukan kenaikan tarif itu tantangannya cukup berat.

Di bisnis listrik ini lucu, kalau mau dibilang real business, sebenarnya kita tidak boleh ada reserve margin. Ini karena kalau ada reserve margin itu akan ada yang idle.

Di listrik itu ada istilah N-1 yaitu kita harus punya cadangan sebesar pembangkit terbesar. Di Batam, pembangkit yang terbesar 55 MW. Secara bisnis ini enggak bagus, karena cadangan 55 MW ini idle, tidak berproduksi hanya dipakai untuk cadangan saja.

Kami investasi jadinya tidak optimal tetapi dari sisi keandalan layanan cadangan ini harus ada. Sekarang, tantangannya bagaimana kita bisa melakukan mixed supaya cadangan listriknya ada, tetapi secara bisnis kita survive. Itulah. Ada seni tersendiri.

Mengenai supply and demand, apakah Batam sedang defisit?

Kita tidak defisit. Dengan cadangan 30 MW saat ini sudah cukup. Beban puncak itu terjadi siang dan malam. Pada saat beban puncak itu, dengan cadangan 30 MW ini sudah cukup, dan kami hitung masih juga bisa menutupi kalau terjadi gangguan pada pembangkit yang terbesar.

Tapi ke depan, dengan pertumbuhan pemakaian listrik di Batam rata-rata 11% kami sudah menyiapkan rencana pembangunan jangka panjang. Pembangkit ini kalau bangun yang baru paling cepat tiga tahun. Sehingga kami harus prediksi kebutuhan listrik untuk beberapa tahun ke depan.

Sekarang kami punya cadangan 30 MW, tahun depan kebutuhan total diperkirakan menjadi 380 MW. Artinya tahun depan harus masuk lagi pembangkit baru, akhir tahun ini akan ada tambahan 70 MW, kemudian awal tahun 2016 akan ada tambahan lagi 120 MW. Ini untuk mengantisipasi pertumbuhan di Batam dan permintaan di Bintan dan Tanjung Pinang yang akan kita bantu melalui interkoneksi kabel laut.

Bagaimana pendapat Anda mengenai pemadaman bergilir?

Pemadaman bergilir juga sudah tidak ada di Batam. Namun kalau ada pemadaman di Tanjung Pinang yang menggunakan listrik PLN Persero saya dipanggil Gubernur diminta untuk bantu. Di Batam, kalau ada apa-apa keputusan bisa saya ambil. Tapi kalau di Tanjung Pinang karena masih PLN Persero mengambil keputusannya lama karena mata rantainya panjang. Kalau di sini dengan berdiri sendiri birokrasinya jadi pendek. Jadi apa saja masalahnya bisa kita putuskan di sini.

Terkait ini sejauh mana PLN Batam bisa membantu?

Jadi begini, pada 2014, saya punya ide, di Batam ada kuota gas. Gas itu ada take or pay, dipakai atau tidak, tetap harus bayar sekian. Padahal beban itu tidak dipakai rata. Ada off peak dan ada full peak, tetapi harus bayar sama. Idenya gas ini kami ambil untuk bantu Tanjung Pinang dan Bintan. Kami ada ide membangun pembangkit CNG (compressed natural gas) di Tanjung Pinang. Ini menjadi pembangkit CNG yang pertama di Asia Tenggara. Mengangkutnya pakai kapal CNG marine. Sekarang ada tambahan jadi 12 MW. Tahun depan tambah lagi 9 MW. Jadi total kami bisa bantu Tanjung Pinang 21 MW.

Saya tawarkan ke gubernur dan PLN WRKR (Wilayah Riau dan Kepulauan Riau), untuk di pulau-pulau terluar itu, bisa pakai CNG. Ini akan efisien kalau jaraknya dekat dan dayanya kecil, tidak terlalu besar, kalau jauh harus pakai LNG. CNG ini storage-nya lebih kecil. Jadi kontainernya harus banyak. Kalau jauh, tidak efisien. Kalau LNG harus bikin storage yang besar.

Apa saja kelebihan dan kekurangan PLN Batam yang dikelola secara mandiri jika dibandingkan dengan PLN Persero?

PLN Batam ini anak perusahaan PT PLN persero. Sama sekali tidak disubsidi. Artinya kalau kami punya kesulitan harus mengatasi sendiri. Oleh karena itu harus menciptakan margin yang layak agar bisa bayar gaji pegawai dan biaya operasional. Kami punya tanggung jawab yang penuh untuk keberlangsungan perusahaan.

Hanya saja, dalam menentukan tarif, memang masih ditentukan oleh pemerintah daerah. Ini tantangannya. Ini karena kalau sudah berhadapan dengan pemerintah daerah dan DPRD nuansa politisnya lebih besar.

Kalau kelebihannya, birokrasinya jelas lebih ringkas karena semuanya dari kami sendiri. Kami ditantang betul-betul mengelola perusahaan seperti perusahaan lain, di samping itu harus menerapkan good corporate government (GCG) karena kami juga diperiksa. Tidak bisa asal lelang, asal tunjuk-tunjuk sembarangan. Ada auditnya. Kami selalu diaudit oleh konsultan dari perusahaan auditor empat besar.

Apa benefitnya bagi masyarakat? Dengan mendapat pasokan listrik dari PLN yang mandiri tanpa subsidi seharusnya kan mereka mendapat kepastian dan jaminan pasokan listrik?

Kalau pelayanan, sebenarnya hanya masyarakat sendiri yang bisa menilai. Di PLN Batam, saya selalu bilang sama teman-teman jika istilah pelanggan adalah raja. Ini istilah yang tidak main-main. Karena yang menghidupi kami karyawan itu pelanggan. Mereka yang membayar kami, kalau pelanggan mogok, bisa kacau. Jadi PLN Batam betul-betul memosisikan pelanggan seperti itu.

Sebagai CEO, bisa di-share apa keputusan sulit yang pernah diambil?

Saya pernah menjadi GM PLN di Manado. Saya masuk Februari 2009 lalu pada Mei akan digelar World Oceanic Conference (WOC) yang akan dihadiri 11 kepala negara dan perwakilan 121 negara. Waktu itu Manado defisit 30 MW. Saya hanya punya waktu 3 bulan untuk menambah pembangkit baru.

Ini cobaan paling berat, selama WOC ketika itu berlangsung saya tidak bisa tidur, karena kita tahu kondisi riil di lapangan seperti apa, jaringannya seperti apa. Lalu saya berjuang ke sana kemari, minta support Menteri ESDM, untuk pengadaan 30 MW minta perlakuan eksklusif karena kalau mengikuti proses lelang biasa itu jelas tidak mungkin dalam waktu 3 bulan bangun pembangkit baru. Lalu saya mencari beberapa vendor yang siap, yang punya pembangkit saat itu juga.

Akhirnya pembangkit baru itu bisa nyala 5 jam sebelum WOC dibuka oleh Presiden pada pukul 08.00, atau sekitar jam 03.00 pagi listrik bisa masuk. Saya juga menyiapkan tim di lapangan untuk menjaga agar tidak ada gangguan, karena kalau ada fail sedikit saja itu muka Indonesia mau di taruh di mana coba.

Bagaimana dengan pengalaman Anda di PLN Batam?

Saat memutuskan untuk tidak bakar solar lagi pada Agustus 2012. Saya putuskan untuk tidak menggunakan solar itu dengan segala konsekuensinya. Apalagi BBM itu ada mafianya, tapi saya enggak ada urusan. Itu keputusan yang sulit juga, sebab perusahaan ini kan harus hidup sustainable dan tumbuh. Alhamdulillah, sejak berhenti bakar solar, pemadaman memang ada, tetapi perusahaan lebih stabil.

Bagaimana kiat Anda mengelola karyawan?

Jelas kami tidak bisa bekerja sendiri. Saya cuma bisa ngomong dan mengarahkan saja. Yang kerja itu yang di bawah. Saya bisa besar karena di bawahnya besar. Ada namanya ilmu kodok. Kalau kodok berdiri itu jilat ke atas, injak ke bawah. Kalau saya, itu dibalik. Besarkan yang di bawah sehingga yang bawah ini tumbuh atau percaya diri dan akhirnya bisa mengangkat saya lebih tinggi.

Sebenarnya kalau karyawan ini permintaannya tidak banyak, touching saja. Datangi, obrolkan apa keluhannya. Jadi walaupun masalah tidak solved pada saat itu juga, tetapi dengan kita datangi kita ajak ngobrol maka mereka juga akan mengerti dan merasa diperhatikan.

Lantas bagaimana memperlakukan karyawan yang melanggar aturan?

Aturan harus ditegakan. Di agama juga ada halal dan haram. Ada benar dan salah. Di perusahaan juga begitu, ada reward and punishment itu saja yang kita pegang. Saya juga merestrukturisasi organisasi pada 2013 karena sebelumnya birokrasinya masih panjang, organisasinya gemuk. Kemudian saya gandeng konsultan. Organisasi dibuat ramping dan sederhana. Saya juga mendorong yang mudamuda masuk dalam struktur organisasi. Hambatan awalnya memang banyak.

Melakukan promosi karyawan juga sekarang bukan karena senioritas, tetapi dilihat kompetensinya saya tidak melihat lagi golongan. Yang tua dan senior ini memang ada resistensi tetapi saya ada trik tersendiri.

Relatif sekarang lebih muda-muda yang masuk struktural. Saya ingin suatu saat, jika saya tidak di PLN Batam lagi, perusahaan juga tetap seperti ini. Fondasinya dibuat kuat dulu supaya teman berpikir dan berkreasi. Jadilah pioneer jangan jadi follower. Bikin sesuatu yang baru jangan jadi pengikut.

Apa mimpi dan rencana besar Anda di PLN Batam?

Saya bermimpi lebih gila lagi. Menjadikan PLN Batam ini one billion dollar company atau perusahaan dengan pendapatan satu miliar dolar AS. Jadi kalau sekarang kurs Rp14.000 berarti PLN Batam harus punya revenue Rp14 triliun.

Revenue kami sekarang Rp2,6,triliun dalam lima tahun ke depan saya minta menjadi Rp14 triliun. Berapa kali lipat itu? Padahal kalau melihat permintaan listrik yang tumbuh 11% tadi paling-paling kenaikannya hanya beberapa persen dengan business as usual. Saya patok Rp14 triliun.

Saya bilang harus bisa. Jangan berbisnis seperti biasa. Jangan pernah bilang tidak bisa, ini karena potensinya ada. Ini bukan sembarang mimpi, bisa dijabarkan. Salah satu contoh, kami bisa menjadi IPP (kontraktor) di PLN persero. Saya jualan listrik saja kepada PLN nasional. Kami juga ikut tender di PLN. Seharusnya bisa, karena perusahaan swasta lain bisa. Apalagi kami anak perusahaannya, tidak mungkin menipu orang tua kami sendiri.

Orang banyak yang mau bekerja sama dengan kami, sebab setiap tahun ada pemasukan pasti sekitar Rp2,4 triliun. Kepercayaan orang kan jadinya tinggi. PLN Batam ini punya nilai jual yang kadang-kadang orang terlupakan.

Kala luang apa kegiatan bersama keluarga, dan apa arti keluarga bagi Anda?

Saya biasa main golf dan naik motor gede. Kalau keluarga jelas itu inspirasi bagi saya. Buat apa cari duit kalau keluarga berantakan? Saya ini menikah sudah 30 tahun. Tinggal satu rumah sama keluarga hanya 10 tahun. Sisanya berarti 20 tahun saya keliling terus. Sekarang, keluarga semua di Jakarta. Jadi yang terpenting adalah kualitas komunikasi keluarga.

Pewawancara: A. Dadan Muhanda

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (23/9/2015)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper