Bisnis.com, JAKARTA - Penumpang maskapai Virgin Athlantic VS001 London-Boston pada 22 Desember 2014 dikejutkan dengan kemunculan Sinterklas saat pesawat masih di atas udara. Sang Sinterklas pun menjadi buruan foto para penumpang dewasa dan anak-anak. Namun, kejutan utamanya terjadi ketika pesawat masih belum lepas landas.
Seluruh penumpang pesawat (255 orang) diberi masing-masing satu tablet Windows seharga 100 pounsterling atau Rp1,95 juta (1 poun-dsterling = Rp19.500).
“Kado Natal” tersebut merupakan kolaborasi Virgin Athlantic dengan Microsoft. Dalam situs resmi Microsoft Inggris [microsoft.com/en-gb] disebutkan kerja sama antarkedua perusahaan merupakan tahap awal dari kemitraan selanjutnya.
Jauh sebelum peristiwa itu, tepatnya April 2014, Microsoft sebenarnya telah menjadi Sinterklas bagi para vendor. Apa pasal?
Perusahaan yang didirikan Bill Gates itu mengumumkan tidak lagi menarik biaya lisensi untuk sistem operasi Windows di perangkat mobile dengan layar di bawah 9 inci. Padahal, selama ini Microsoft memperoleh pendapatan terbesar dari memungut lisensi perangkat lunak. Langkah tersebut disambut gembira oleh penyedia ponsel dan tablet, termasuk di Indonesia.
Pada September 2014, Advan melakukan pre-launching dua tablet Windows: Vanbook W80 dan W100. Kedua perangkat ini dijual di bawah Rp2,5 juta. Advan adalah pembuka, selanjutnya yang berhasil digaet adalah Speedup—meski perangkatnya belum sampai di Indonesia.
Para vendor ini serempak memberi alasan menggunakan sistem operasi Windows: Ingin membuka pasar baru yang belum terjangkau oleh produk Android. Langkah agresif Microsoft mendekati vendor juga terjadi di negara lain.
Alhasil, International Data Corporation (IDC) memproyeksikan penguasaan tablet Windows pada 2014 akan mencapai 4,6% atau meningkat 67,3% year on year. Sementara pada saat yang sama Android hanya bertumbuh 16%. Jika tren pertumbuhan ini tetap terjaga, bukan tak mungkin, seperti dikutip IDC, market share tablet Windows pada 2018 akan mencapai 11%.
Kendati tetap berada di bawah Android dan Apple, angka tersebut tentu luar biasa bagi Microsoft yang lama nyaman dengan dominasi mutlaknya di pasar komputer pribadi.
Strategi untuk masuk ke pasar Indonesia sangat jelas: harga terjangkau. Advan dan Speedup sudah dikenal sebagai penyedia tablet yang mengharamkan harga mahal untuk produk-produknya.
Namun, harga terjangkau itu tampaknya tidak hanya niat dari vendor, melainkan juga terjadi secara alami dari hasil kompetisi. Lembaga riset ABI Research dalam rilisnya pada 22 Desember 2014 menyebutkan, harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) tablet di 22 negara, termasuk Indonesia, turun 8,5% selama 2014.
“Penurunan ini membuat perangkat mobile bisa menjangkau konsumen lebih luas di negara-negara tersebut,” kata Analis Riset ABI Research Van Vactor.
KEMAMPUAN BELI
ABI Research menyebutkan daya beli tablet per kapita paling tinggi terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman. Di sana, tiap orang hanya memerlukan waktu 0,4 minggu untuk mengumpulkan duit buat membeli tablet.
Sementara itu, kemampuan membeli tablet orang Indonesia juga semakin tinggi. Pada 2013, konsumen Tanah Air harus mengumpulkan pundi-pundi uangnya selama empat minggu. “Pada 2014, waktu yang dibutuhkan menurun 60% menjadi 1,5 minggu,” kata Van Vactor.
Menjamurnya situs belanja online ditengarai sebagai salah satu pendorong terjadinya penurunan tersebut. Semakin tajam persaingan, maka semakin terjangkau pula sebuah produk. Jika mengacu pada hasil riset tersebut, maka harga Rp2 juta untuk tablet Windows bukan tidak mungkin bisa semakin murah.
Apalagi, vendor tablet nantinya tidak hanya berasal dari lokal, tetapi dari luar. Acer, perusahaan komputer asal Taiwan, punya tablet Acer Iconia Tab 8 W yang dibanderol 149 euro atau Rp2,235 juta (kurs 1 euro = Rp15.000). Produk ini rencananya juga akan diluncurkan di Indonesia.
Dengan spesifikasi yang mirip dengan produk Advan dan Speedup, tentu saja masyarakat Indonesia akan menikmati harga yang semakin murah. Bukan tidak mungkin, pada akhir 2015 harga tablet berada pada kisaran Rp1,5 juta.
Dengan penurunan ini, tentu saja orang akan lebih banyak membeli tablet Windows. Microsoft pun tidak perlu menjadi Sinterklas—yang membagi-bagi tablet gratis seperti di atas pesawat Virgin Atlantic—untuk meningkatkan penetrasinya di pasar.