WABAH EBOLA: Farmasi AS Produksi Obat dari Ekstrak Tembakau

Ana Noviani
Rabu, 6 Agustus 2014 | 15:05 WIB
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Produsen obat Mapp Pharmaceuticals asal Amerika Serikat mengekstrak tanaman tembakau untuk menghasilkan terapi bioteknologi baru yang cepat dan murah untuk melawan penyakit Ebola yang sedang mewabah di Afrika.

Seperti yang dikutip dari Reuters (6/8/2014), obat Ebola yang mengandung tembakau ini terdiri dari protein yang disebut antibodi monoklonal yang diklaim efektif untuk mengisolasi dan menonaktifkan virus Ebola. Antibodi monoklonal dari tanaman tembakau ini disebut sebagai "plantibodies".

Antibodi dari tanaman tembakau tersebut diproduksi oleh Kentucky Bioprocessing, sebuah unit dari raksasa tembakau Reynolds Amerika. Antibodi ini digunakan untuk menangani perawatan Ebola dengan terapi ZMapp yang dikembangkan Mapp Pharmaceuticals. Untuk pengobatan Ebola, Mapp menggunakan tanaman tembakau umum, Nicotiana benthanmianas.

Produksi dilakukan dengan metode rekayasa genetika bernama molekul "pharming", yakni menyisisipkan gen ke dalam virus yang kemudian menginfeksi tanaman tembakau. Virus tersebut mengangkut DNA yang direkayasa untuk menghasilkan protein. Setelah proses tersebut, daun tembakau dipanen untuk proses ekstraksi dan pemurnian protein.

Protein tersebut merupakan antibodi monoklonal yang memiliki afinitas yang sangat spesifik untuk sel-sel tertentu, termasuk virus seperti Ebola. Antibodi ini menempel pada sel-sel virus dan menginaktivasi virus.

“Kami ini menciptakan dampak yang besar dalam penanganan Ebola,” ujar CEO Mapp Kevin Whaley.

Errica Ollmann Saphire, profesor The Scripps Research Institute dan peneliti penyakit virus demam berdarah, seperti Ebola, menuturkan tembakau merupakan bahan yang efektif untuk mengekspresikan antibodi karena murah dan dapat diproduksi secara masiv.

"Tanaman tembakau ini ditanam di rumah kaca dan dapat diproduksi lebih banyak dan murah daripada menggunakan metode kultur sel," kata Saphire.

Serum penekan virus Ebola ini baru diproduksi dalam jumlah yang sangat kecil. Pengembangannya masih menunggu kajian mendalam dan persetujuan dari Food and Drug Administration Amerika Serikat.

 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Ana Noviani
Editor :
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper