Bisnis.com, JAKARTA - Kekhawatiran terhadap keamanan, produktivitas rendah dan ekosistem yang belum matang menjadi perhatian utama bagi sejumlah pengguna layanan cloud (kompurasi awan) di Tanah Air.
Temuan tersebut terungkap dalam survei online yang digelar Microsoft atas sebanyak 2.017 mitra mereka di Australia, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand dan Vietnam belum lama ini.
Sebanyak 46% responden di Indonesia menyebutkan memiliki bisnis yang setidaknya 10% telah berkaitan dengan layanan cloud.
Sebanyak 34% responden juga mengaku secara rutin bertemu dengan pengambil keputusan yang memiliki pemahaman minim tentang layanan cloud.
Mayoritas responden di Indonesia berpendapat pengambil keputusan yang berasal dari generasi yang lahir di era 1980 hingga 1990-an memiliki pengetahuan lebih baik tentang manfaat cloud ketimbang pengambil keputusan pada umumnya.
Laporan tersebut menyebutkan pemahaman keliru lainnya tentang cloud adalah seputar biaya, keandalan layanan, kurangnya nilai tambah dibandingkan versi on premise, kompleksitas layanan, serta kurang jelasnya tingkat pengembalian investasi.
“Meskipun saat ini terjadi akselerasi adopsi cloud di sebagian kalangan bisnis, masih kurang kesadaran di sebagian lainnya bahwa kekhawatiran mereka sebenarnya dapat dengan mudah dipatahkan,” ujar Direktur Marketing dan Operasional Microsoft Indonesia Bernard Saisse dalam siaran persnya, Senin (2/12/2013).
Microsoft kini tengah gencar memasarkan solusi berbasis cloud Office 365. Business Group Head Office Division Microsoft Indonesia Bonnie Mamanua menegaskan Office 365 memanfaatkan cloud secara penuh, namun tetap memberi produktivitas off line dalam skenario tertentu.
Microsoft mengklaim sejak dilucurkan 2011 lalu, Office 365 di Asia Pasifik tumbuh tiga kali lipat lebih cepat daripada keseluruhan layanan cloud publik yang dipacu oleh tren seperti bring your own device maupun kolaborasi melalui tool enterprise sosial. Microsoft menyebutkan saat ini mereka memiliki 13.500 mitra di Asia Pasifik untuk layanan cloud tersebut.
Lembaga riset IDC memproyeksikan belanja layanan cloud publik di Indonesia tumbuh pesat dari US$145 juta pada 2013 menjadi US$587 juta pada 2017.