Bisnis.com, JAKARTA-- BSA The Software Alliance menemukan total nilai software ilegal yang beredar di Tanah Air selama Februari-September 2013 mencapai US$ 1,5 juta. Angka itu merupakan temuan razia (barang bukti) yang dilakukan pihak kepolisian yang dibantu oleh BSA.
Kepala Perwakilan BSA Indonesia Zain Adnan mengatakan dari razia, pihaknya menemukan penggunaan software bajakan di perusahaan atau industri yang dirazia mencapai 90%-95%.
Penggunaan software ilegal sangat luas di berbagai bidang industri manufaktur dan jasa. Selain itu, lembaga keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat, restoran siap saji, percetakan digital, hingga kontrator PLN juga memakai software ilegal.
Zain mengatakan software yang sering dibajak merupakan software yang populer seperti produk Adobe, Autodesk, Microsoft, Siemens Software, Symantec, dan Tekla. Produk buatan Autodesk, Tekla dan Siemens adalah produk khusus untuk perancangan industri manufaktur, sering dibajak atau diunduh secara ilegal.
Para pengelola perusahaan yang dirazia mengakui, produk ilegal sering dipilih karena harganya jauh lebih murah dibandingkan produk aslinya. Harga jual software palsu hanya Rp50.000 per software, sedangkan software asli bisa di atas US$100.
Cara pembajakan yang lain ialah perusahaan membeli satu atau beberapa software asli, lalu menggandakan software tersebut untuk seluruh jaringan komputernya. Software asli biasanya dijual dengan harga tinggi diatas US$ 100 sampai dengan puluhan ribu dolar.
“Kondisi ini tidak adil bagi produsen software yang telah menginvestasikan dana besar untuk mengembangkan software-nya. Penghasilan bisnis perusahaan yang dirazia Kepolisian itu sangat besar berkat memakai software itu, sehingga semestinya mereka bisa membeli software berlisensi asli,” ujar Zain dalam siaran pers yang diterima Bisnis (10/10).
Dia mengatakan sebagian besar perusahaan yang dirazia adalah perusahaan berskala menengah hingga besar yang mestinya mampu membeli produk software asli dengan harga pasar. Razia juga menemukan terdapat juga perusahaan investasi asing yang memakai software palsu dalam bisnisnya di Indonesia. Padahal perusahaan induk atau mitranya sudah mewajibkan penggunaan software asli.
Mengutip data International Data Corporation (IDC), Zain mengatakan tingkat pembajakan software di Indonesia pada tahun 2011 silam mencapai angka 86% dengan estimasi nilai komersil mencapai US$1,47 miliar.
Zain mengatakan terdapat dua kerugian menggunakan software ilegal dalam proses produksi industri. Pertama, penggunaan software bajakan akan mempengaruhi produksi di mana kualitas dan penyelesaian produksi tepat waktu menjadi beresiko. “Selain itu, penggunaan software bajakan membuka perusahaan ke dalam bahaya keamanan jaringannya, yang dapat mengakibatkan kerugian dari pencurian HKI perusahaan sendiri,” ujar Zain.
Adapun, berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, pelanggar yang melakukan instalasi software ilegal ke dalam PC atau laptop dapat dikenakan sanksi dan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.