Bisnis.com, JAKARTA--Penelitian atas tulang tengkorak manusia kerdil dari Flores memperkuat hipotesis bahwa fosil tersebut berasal dari spesies yang berbeda dari manusia modern.
Fosil manusia kerdil dari Flores (Homo floresiensis) yang ditemukan di gua Liang Bua, Flores sering disebut sebagai Hobbit karena diperkirakan memiliki tinggi tubuh hanya sedikit di atas 1 meter.
Penamaan fosil tersebut sebagai spesies yang berbeda dari Homo sapiens masih diperdebatkan karena di samping tinggi badan dan ukuran tengkorak, fosil yang ditemukan memiliki ciri morfologi yang hampir serupa dengan manusia modern.
Pihak yang skepstis atas hipotesis Homo floresiensis sebagai spesies yang berbeda dari manusia modern mengaitkan perbedaan morfologi fosil tersebut dengan kelainan pertumbuhan yang bisa ditemui pada saat ini.
Kelainan pertumbuhan seperti Cretinism dan Laron syndrom dijadikan kandidat kuat penyebab perbedaan tinggi tubuh, sedangkan perbedaan ukuran tengkorak dihubungkan dengan kondisi Microcephaly.
Cretinism adalah kondisi kekurangan hormon tiroid yang menyebabkan keterlambatan pertumbuhan tulang dan gejala puber pada manusia. Laron syndrom adalah hambatan pertumbuhan karena insensitivitas genetik terhadap hormon pertumbuhan.
Adapun Microcephaly merupakan kondisi yang ditemukan pada orang yang memiliki keliling tulang tengkorak jauh lebih kecil dari rata-rata manusia yang sebaya dan berjenis kelamin sama.
Penelitian Karel Baab, Kieran McNulty, dan Katerina Harvati membuktikan bahwa fosil tengkorak Homo floresiensis memiliki karakteristik yang berbeda dengan signifikan dari tengkorak manusia moden.
Karya ilmiah yang dipublikasikan oleh Situs Jurnal Ilmiah 'Plosone' membandingkan fosil Hobbit dari Flores dengan manusia modern sehat, manusia dengan kondisi kelainan pertumbuhan di atas, dan spesies manusia purba lain.
Para peneliti membangun model plastik berdasarkan hasil CT- Scan terhadap tengkorak subyek-subyek tersebut, metode yang kerap digunakan di dalam dunia medis untuk merencanakan operasi bedah.
Sampel manusia modern di ambil secara merata dari populasi manusia dari benua Afrika, Timur Tengah, Eropa, Asia, Australia dan Amerika Utara.
Adapun sampel manusia purba yang digunakan sebagai perbandingan berasal dari spesies H. habilis, H. erectus sensu lato, H. heidelbergensis, dan H. neaderthalensis.
Perbandingan atas sampel-sampel tengkorak itu menunjukkan bentuk tengkorak Homo floresiensis jauh berbeda jika dibandingkan dengan variasi bentuk manusia modern normal atau dengan kelainan pertumbuhan.
Baab, McNulty, dan Harvati menyatakan hasil penelitian mereka merupakan bantahan kuat atas hipotesis manusia flores sebagai sebuah kelompok masyarakat yang mengalami kelainan pertumbuhan endemik sekaligus memperkuat hipotesis manusia-manusia kerdit tersebut sebagai spesies yang unik.