Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR menilai kasus hukum Indosat dan IM2 tidak terjadi karena adanya regulasi yang cacat. Vonis hakim yang disesalkan sejumlah pihak itu dinilai karena regulasi yang ada justru tida digunakan dalam persidangan.
Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menyatakan masih melihat ada kejanggalan dalam perkara itu. Menurutnya, perkara tersebut seharusnya ini lex spesiale karena sudah ada payung hukumnya, yaitu Undang-Undang Telekomunikasi.
“Itu sudah diatur dengan jelas tapi pengadilan tidak menggunakan itu sebagai rujukan hukum,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (11/7/2013).
Dia juga mengaku heran karena keterangan regulator dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyebutkan tidak adanya kerugian negara dalam kerja sama Indosat dan IM2 juga diabaikan majelis hakim.
Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini berpotensi mengguncang sektor investasi nasional. Pasalnya pelaku usaha akan kebingungan karena tidak ada kepastian hukum. “Kepastian berusaha yang selama ini menjadi kelemahan di Indonesia akhirnya semakin terkonfirmasi dengan adanya keputusan tersebut.”
Aturan teknis yang sudah ada bisa jadi tidak akan menjadi acuan masyarakat ke depan karena khawatir dengan tindakan pengadilan. Tantowi menyebutkan pihaknya hanya dapat menyampaikan opini karena tidak mungkin melakukan intervensi.
Dia menegaskan secara politik apa yang dilakukan DPR sudah lebih dari cukup. Regulasi yang sudah ada, kata dia, juga sudah cukup jelas mengatur segala sesuatu termasuk skema kerja sama Indosat dengan IM2.
“Upaya DPR sudah maksimal. Sekarang ini kan kami sedang melaksanakan amandemen terkait konvergensi salah satunya UU Telekomunikasi, saya pikir itu sudah diatur dengan jelas cuma pengadilan yang tidak mau menggunakan,” jelas dia.
Pemerintah dan DPR sedang membahas revisi revisi Undang-Undang No.36/1999 tentang Telekomunikasi. Revisi UU Telekomunikasi telah masuk dalam dalam program legislasi nasional (Prolegnas) bersama dengan revisi Undang-Undang No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), RUU Penyiaran dan aturan mengenai tindak pidana terkait teknologi informasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelumnya berencana memetakan sejumlah regulasi yang diduga rawan dari kemungkinan celah gugatan hukum. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi atas hasil sidang perkara tuduhan kerugian negara dalam kerja sama penyelenggaraan 3G oleh Indosat dan IM2.
“Gara-gara kasus ini harus dipercepat pembahasannya,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewa Broto melalui pesan singkat kepada Bisnis belum lama ini.
Menurut dia, Kominfo juga tengah memastikan apakah putusan tersebut hanya berlaku khusus untuk kasus IM2 dan Indosat atau digenerealisasi pada kasus-kasus serupa. “Jika digeneralisasi malapetaka namanya,” kata Gatot.
Meski begitu pihaknya meminta operator telekomunikasi khususnya internet service provider (ISP) untuk tidak terlalu panik dan tetap berkoordinasi dengan regulator.
Kominfo juga akan mencari informasi praktik perjanjian kerja sama serupa Indosat dengan IM2 dari sejumlah negara lain. Hal itu untuk mengetahui apakah praktik semacam itu tetap dapat dibenarkan, sehingga nanti akan muncul bukti baru (novum).
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi belum lama ini menjatuhkan vonis penjara kepada mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto. Hakim juga menjatuhkan hukuman kepada Indosat dan IM2 untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp1,358 triliun atas perkara dugaan penyalahgunaan kerja sama antara Indosat dan IM2.