BISNIS.COM, JAKARTA—Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) meminta pemerintah berhati-hati sebelum menetapkan aturan baru terkait dengan registrasi kartu perdana. Mereka meminta pemerintah juga mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan ke industri telekomunikasi.
“Kalau pengetatan itu untuk akurasi data mungkin bisa tercapai, tapi bagaimana impact ke industri itu harus dihitung,” ujar Ketua ATSI Alex J Sinaga di Solo, Sabtu (29/6)..
Dia menambahkan untuk mengetatkan registrasi langkah validasi yang kemungkinan akan ditempuh adalah dengan menghubungkannya dengan eKTP. Meski begitu melihat jumlah pelanggan kartu prabayar yang masih dominan hingga mencapai 98%, kata dia, membuat langkah itu tak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
Menurutnya, kondisi semacam itu jelas membahayakan tak hanya untuk industri namun juga masyarakat dan ekonomi nasional. Dia mencontohkan saat ini pelanggan prabayar di Telkomsel mencapai 2,5 juta sedangkan Indosat baru di kisaran 300.000-an. Jumlah itu masih sangat kecil dibanding pelanggan prabayar masing-masing.
“Kalau postpaid memang harus dilengkapi dengan identitas diri, sedangkan prepaid selama ini mungkin belum. Kalau ini langsung di-link ke e-KTP mungkin yang 98% persen itu tadi semuanya akan mati, bisa kolaps ekonomi negara,” katanya.
Terkait dengan rencana penetapan harga minimum kartu perdana sebesar Rp100.000, menurut Alex hal itu juga harus dikaji lebih jauh. Dia mengatakan saat ini untuk dapat mendapat tambahan satu pelanggan operator telekomunikasi harus menjual sebanyak delapan starterpack. Dahulu harga jual SIM card sekitar US$1, sedangkan sekarang sudah sekitar US$0,2.
“Jangan sampai kebijakan baru nanti justru mendistorsi industri karena tidak bijak diimplementasikan. Pemerintah perlu memperhatikan karakter masyarakat Indonesia dalam berlangganan,” katanya.
KARTU PERDANA: Pengetatan Registrasi Memukul Pengusaha
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:
Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi