BISNIS.COM, JAKARTA—Era software berkode tertutup (closed source) diprediksi bakal segera habis. Selain ketergantungan pada salah satu pembuat, kebutuhan biaya juga dianggap menjadi pembeda antara open source dan closed source.
Dalam sebuah wawancara yang dilansir ZdNet, Jumat (14/6/2013) waktu setempat, pimpinan Apache Software Foundation Doug Cutting menyebutkan ke depan tak ada lagi orang yang mau menggunakan platform proprietary.
Menurutnya software model tersebut akan mati dengan sendirinya lantaran membatasi konsumen yang hanya tergantung pada satu vendor saja. Kalaupun pindah ke vendor lain, konsumen pun harus mengeluarkan biaya tambahan yang tak murah.
“Sekarang mungkin masih ada [software proprietary] tapi orang mulai mencari opsi lain. Linux dari awal telah memulainya. Sekarang Hadoop juga semakin menegaskannya,” ujarnya.
Hadoop adalah software open source untuk keperluan analisis big data. Cutting membuat Hadoop pada 2005 silam bersama rekannya Mike Cafarella. Hadoop kini telah diadopsi sejumlah perusahaan teknologi dunia.
Dalam pembukaan Indonesia Cellular Show (ICS) 2013 di Jakarta pekan lalu Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tifatul Sembiring juga menyampaikan hal senada. Menurutnya saat ini software berkode terbuka terus berkembang pesat.
Sistem operasi open source untuk perangkat mobile seperti Android, katanya, tumbuh pesat beberapa waktu terakhir.
“Closed system bisa jadi akan tersingkir dan rontok karena ini sangat berpengaruh,” ujarnya.
Peneliti dari Departemen Energi Amerika Serikat sebelumnya juga mengungkap kode komputer juga mengalami seleksi alam dan berevolusi. Penelitian yang dilakukan pakar biologi komputasi dari Brookhaven National Laboratory Sergei Maslov dan mahasiswa Stony Brook University Tin Yau Pang itu menyebutkan software open source seperti Linux-lah yang dapat bertahan hidup lantaran berkembang cukup dinamis dengan dukungan banyak komunitas. (ltc)