Fachmi Idris : Tak Sekadar Transformasi Struktural

Sitta Husein
Rabu, 17 April 2013 | 08:43 WIB
Bagikan

Mulai 1 Januari 2014, PT Askes akan memasuki era baru sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJD) Kesehatan. Era yang bukan sekadar ganti baju, melainkan perlru menyeimbangkan perubahan dengan sistem pelayanan yang tetap terjaga dengan baik.

Meski kerikil menuju era baru banyak ditemui, transformasi harus berjalan mulus dan tak meninggalkan berbagai persoalan ke depan. Melihat peran baru yang akan dijalankan Askes, Bisnis berkesempatan bertemu Direktur Utama Askes Fachmi Idris guna mengetahui isi transformasi Askes menuju era baru itu. Berikut kutipannya :

Seperti apa Askes bersiap diri masuk ke BPJS pada 2014?

Kami tidak hanya sekadar bicara 2014, tetapi lebih jauh ke depan sampai dengan 2019. Jadi, 2019 nanti me­­rupakan cakupan semesta seluruh rakyat Indonesia memperoleh jaminan ke­­se­hatan secara total. Menuju ke sana, kami punya dua misi utama. Pertama, menuntaskan transformasi pada 2013. Kedua, memantapkan jaminan kesehatan yang dikelola oleh bisnis kita tetap bisa tumbuh dan berkembang.

Orang selalu bicara 2014, seolah setelah fragmen layanan Askes akan berhenti. Pemahamannya tidak bisa demikian, karena misi pengembangan layanan kesehatan kepada masyarakat perlu dikembangkan terus menerus.  

Kami membaca bahwa transformasi menuju BPJS nantinya bukan sekadar transformasi struktural, melainkan pula juga kultural. Semenjak jajaran direksi ini diangkat, satu yang dite­kankan dan diingatkan bukan sekadar transformasi struktural, kultural juga penting.

Bagaimana hal tersebut berjalan?

Kalau transformasi struktural sederhana saja. Dalam UU BPJS [UU No.24/2011] transformasi yang kami jalankan sudah jelas, yakni mencakup pengalihan operasi dan pengalihan korporasi. Pengalihan operasi mengacu pada perbaikan dan sistem prosedur dengan menyesuaikan UU SJSN [UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional].

Kami menjabarkan setidaknya 365 prosedur harus direvisi, yang merupakan prosedur internal. Kami setiap hari terus menerus melakukan pemantauan atas perkembangan yang berjalan serta melakukan koordinasi.

Selain secara struktural di lingkungan internal, kami melihat sosialisasi menjadi penting. Sedangkan, transformasi yang kerap menjadi pertanyaan yakni terkait pengalihan peserta.

Seperti apa gambaran kepesertaan BPJS nanti?

Saat ini peserta Askes sendiri sebanyak 16,4 juta pegawai negeri sipil (PNS) ditambah pensiunan PNS, pensiunan TNI/Polri, dan para perintis kemerdekaan. Kami selalu komunikasi dengan mereka, bahwa mulai 1 Januari 2014, Askes akan berubah ‘baju’ saja menjadi BPJS.

Selain peserta Askes, memasuki 2014 kami mulai menerima pengalihan penerima bantuan iuran peserta Jamkesmas [Jaminan Kesehatan Ma­­syarakat]. Setidaknya kami akan me­­na­ngani 86,4 juta peserta Jamkesmas. Pengalihan ini sudah mulai kami lakukan dalam manajemen kepesertaan selama ini.

Berikutnya terkait pengalihan kepesertaan Jamsostek [Jaminan Sosial Tenaga Kerja]. Kami belum pernah ber­­interaksi langsung dengan Jam­sos­tek, tetapi sudah ada kerja sama tahapan migrasi, karena dengan Jamsostek ini bukan sekadar pengalihan ‘orang’ semata, melainkan menyangkut fasilitas, aset, serta kewajiban yang harus dipenuhi.

Selain itu kami juga menerima pengalihan jaminan kesehatan TNI/Polri aktif yang selama ini dikelola oleh Kementerian Pertahanan.

Jumlah peserta TNI/Polri ini kira-kira 22,2 juta, Jamsostek peserta aktif sampai dengan 28 juta, tetapi yang masuk skim kesehatan 8 juta. Jadi memasuki 2014, setidaknya kami langsung berhadapan dengan 113 juta peserta, targetnya 121,6 juta peserta.

Yakin target akan tercapai?

Kami optimistis target tersebut tercapai karena saat ini Askes terlibat da­­lam pengelolaan jaminan kesehatan ma­­syarakat (PJKM) umum di 174 ka­­bupaten/kota. Jumlah peserta jaminan ini kurang lebih 11 juta. Kalau se­­mua­nya berjalan, justru kami mengelola jumlah peserta melampaui target.

Kendala yang ditemui selama proses transformasi?

Sejauh ini terkait penyesuaian sistem prosedur, tetapi yang internal kami sudah tidak ada masalah. Hanya saja, ada beberapa legal framework dari luar yang masih harus disesuaikan untuk dijadikan tolak ukur dan payung hukum ke depan.

Ada sejumlah peraturan presiden (perpres) dan peraturan pemerintah (PP) yang masih dalam proses penyesuaian dan pembahasan. Kalau mengacu roadmap jaminan kesehatan, tahun ini regulasi akan selesai. Ada beberapa PP dan Perpres yang kami proaktif ikut menyusun.

Paling tidak, kami memetakan ada beberapa isu yang harus selesai. Pertama, PP Pengelolaan Dana. PP ini sudah hampir final di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kedua, Perpres tentang Remunerasi Direksi.

Ketiga, Perpres tentang Penggantian dan Pengangkatan Antarwaktu. Meski tidak dalam waktu dekat, soal pergantian antarwaktu ini penting bagi kami menyiapkan sistem di internal.

Keempat, PP tentang hubungan antarlembanga. Kami menilai ini akan menjadi central of power BPJS. PP ini akan mempunyai kekuatan yang mengikat kerja sama BPJS dengan stakeholder.

Selanjutnya, kelima, Perpres pengalihan pelayanan kesehatan tertentu. Ini yang menyangkut TNI/Polri karena selama ini jaminan kesehatan dikelola sendiri. Ketentuan-ketentuan ini yang kami pandang penting.

Tadi disebutkan PP antarlembaga menjadi sentral BPJS. Apa alasannya?

Kami melihat khusus kelompok upah aparat negara harus ditopang dengan regulasi yang kuat. Kalau aturannya harus bayar premi, pemerintah daerah (pemda) barang tentu harus patuh bayar premi. Jangan sampai pengusaha bayar premi untuk karyawannya, sementara pemda yang juga pemberi kerja tidak patuh.

Kami punya klien 536, satu pemerintah pusat dan 535 pemerintah ka­­bupaten/kota. Kalau pemerintah pusat sudah clear, tetapi jangan berpikir bahwa 535 pemerintah kabupaten/kota ini patuh bayar premi semua. Kadang ada pula pemda yang lupa. Ada yang sampai 10 tahun tidak bayar premi. Kami khawatir, kalau ini menular akan berbahaya.

Sejak 2004, berdasarkan catatan kami ada sekitar Rp846 miliar tunggakan premi pemda. Bahkan pada tahun lalu saja, nilainya sekitar Rp106 miliar yang belum bayar. Kalau ini bisa kita kumpulkan, tentu jumlahnya lumayan.

Memang harus diakui bahwa dengan transformasi ini, kami akan menghadapi 536 klien pemerintah pusat dan daerah ditambah sekitar 200.000 perusahaan. Tentu, kultur kami harus berubah. Harus ada upaya social marketing.

Masih ada sekitar 40 juta sektor formal yang kita harus terus lakukan ekspansi. Namun bukan hanya ekspansi, melainkan juga bagaimana peserta ini terus menerus kita sadarkan agar rutin membayar premi.

Bagaimana transformasi agar berjalan efisien?

Ke depan kami akan hidup dari diri kami sendiri dengan kontrol pemegang saham republik ini. Maka efisiensi menjadi budaya sentral kami.

Sederhana saja, kami mulai dari komitmen kecil seperti tahun ini tidak ada direksi maupun selevel general manager (GM) yang bepergian ke luar negeri. Pokoknya kami fokus, kerja, kerja, dan kerja.

Kalau ada kegiatan di luar kota, sebisa mungkin gunakan fasilitas sendiri semisal Pusdiklat [Pusat Pen­di­dikan dan Pelatihan] kami di daerah. Kalau di dalam kota, ya silakan cari lokasi yang memang ideal. Itu yang kami lakukan, hal-hal sederhana.

Kerap kali efisiensi kalau tidak tepat, justru akan melunturkan semangat kerja. Bagaimana formulasi Anda?

Terus terang kami bersyukur ada catatan dan notulen resmi terkait penyusunan UU BPJS. Intinya bahwa kesejahteraan karyawan Askes tidak boleh berkurang satu rupiah pun. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) juga memberi imbauan agar hak-hak normatif pekerja aktif Askes tidak berkurang.

Pastinya efisiensi yang kami lakukan tidak mengurangi pendapatan. Hanya saja, kami melihat betul program mana yang tidak berhubungan dengan visi misi BPJS, itu yang memang dipangkas.

Contoh paling mudah misalnya, ka­­lau saya berkunjung ke daerah atau kan­tor regional, saya tegaskan kalau saya pulang jangan sampai ada satupun oleh-oleh di bagasi saya. Terus terang ini sering menjadi beban bagi daerah. Intinya kami mencoba meng­hin­dar­kan pengeluaran untuk hal-hal yang tidak perlu.

Strategi Anda untuk peserta baru ke depan?

Kami masih membatasi dulu. Lang­kah yang kami lakukan sekarang lebih banyak ke sosialisasi, terutama kepada 8 juta pekerja dan keluarganya yang semula menjadi peserta Jamsostek. Kalau perlu kami surati mereka satu per satu untuk menjelaskan bahwa mulai 1 Januari 2014 kepesertaan jaminan kesehatan beralih ke BPJS.

Kami ingin tegaskan tidak ada perubahan sama sekali dalam model layanan, justru keuntungan (benefit) yang diterima peserta akan lebih meningkat.

Target kami, proses transformasi akan selesai November 2013 sehingga November—Desember kami tinggal la­­kukan monitoring.

Kami juga mem­ben­tuk badan internal berupa OPT [Or­­­ganisasi Pelaksana Transformasi]. Ini badan khusus selama transformasi. Se­­bagai BUMN kami harus tetap existing. Bagaimana tingkat keuangan te­­tap sehat dan servis ke klien tetap bagus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sitta Husein
Editor : Others
Sumber : Stefanus Arief Setiaji
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper