TV DIGITAL: Pemerintah Diminta Tunda Migrasi Siaran

Febrany D. A. Putri
Senin, 18 Maret 2013 | 20:04 WIB
Bagikan

BISNIS.COM, JAKARTA--Beberapa kalangan seperti Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Masyarakat Cipta Media meminta pemerintah untuk menunda proses migrasi siaran televisi digital.

Mereka meminta pemerintah menunda digitalisasi hingga revisi Undang-Undang Penyiaran rampung.

Ketua Masyarakat Cipta Media sekaligus staf ahli revisi UU Penyiaran Paulus Widiyanto mengatakan dasar hukum pemerintah dalam melakukan proses digitalisasi.

Yakni UU Penyiaran No. 32/2002 tidak mencantumkan konsep digitalisasi dan pemerintah terburu-buru melakukan migrasi.

Paulus juga menyebutkan pemerintah mendasarkan digitalisasi pada beberapa peraturan pemerintah seperti PP No.11/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, PP No.50/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, serta beberapa peraturan menteri.

"Pada saat ini, DPR tengah menunggu daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah. Paling lambat akhir Maret. Setelah itu, revisi kembali akan dibahas pada April atau Mei. Pemerintah seharusnya sabar menunggu," kata Paulus di sela-sela peluncuran buku dan seminar Digitalisasi Televisi di Indonesia, Senin (18/3).

Hal senada disampaikan Rahayu, dosen Ilmu Komunikasi UGM sekaligus salah satu peneliti PR2 Media di Yogyakarta. Rahayu melakukan studi pustaka mengenai migrasi siaran televisi digital di beberapa negara.

Yakni Inggris, Prancis, Swedia, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Jepang. Hasil studi menunjukkan tidak ada negara yang mendasarkan digitalisasi pada peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Semua negara menggunakan dasar hukum setingkat UU.

Rahayu mencontohkan digitalisasi di Prancis. Isu digitalisasi telah muncul sejak 1996 dan UU terkait selesai pada 2000. Namun, pemerintah Prancis baru melakukan softlaunch pada 2005.

"Ini menunjukkan persiapan yang serius. Seharusnya pemerintah menunggu revisi UU Penyiaran selesai, setelah itu proses migrasi ke digital bisa dilakukan," ujar Rahayu.

Selain mempermasalahkan dasar hukum digitalisasi, pada seminar tersebut, keduanya juga mengkhawatirkan tidak ada keberagaman kepemilikan jaringan lembaga penyiaran penyelenggara penyiaran multipleksing (LP3M) dan lembaga penyiaran penyelenggara siaran (LP3S).

Paulus menyebutkan berdasarkan hasil seleksi lembaga multipleksing untuk zona 4 (DKI Jakarta dan Banten), zona 5 ( Jawa Barat), zona 6 (Jawa Tengah dan DI Yogyakarta), zona 7 (Jawa Timur) dan zona 15 (Kepulauan Riau) dimenangkan oleh stasiun televisi nasional.

Saat ini tengah berlangsung pembukaan peluang usaha untuk seleksi lembaga multipleksing tahap kedua untuk zona 1 (Aceh dan Sumatera Utara), dan zona 14 (Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Paulus menyangsikan hasil seleksi tahap kedua tersebut akan memberikan kesempatan bagi stasiun televisi lokal.

Rahayu menambahkan alokasi lembaga multipleksing di Indonesia untuk stasiun televisi lokal tidak terjamin. Selain itu pengaturan distribusi program juga tidak jelas.

"Di Inggris, keseimbangan alokasi lembaga multipleksing untuk lembaga penyiaran publik dan komersial dijaga ketat, sementara di Kanada, adopsi digital bersifat sukarela karena mempertimbangkan kondisi lembaga penyiaran lokal," pungkas Rahayu.(34/yop)

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Others
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper