Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana memperketat aturan kepemilikan kartu SIM dengan menetapkan sanksi bagi operator seluler yang melanggar ketentuan maksimal tiga nomor prabayar untuk satu nomor induk kependudukan (NIK).
Menteri Komdigi Meutya Hafid menyebutkan, sejatinya sudah ada Peraturan Menteri Permen) yang mengatur satu NIK hanya boleh dipakai untuk resgistrasi tiga nomor. Meski aturan tersebut sudah ada, Meutya mengungkapkan sanksi bagi operator yang tidak mematuhi belum diatur secara eksplisit dalam regulasi yang ada.
“Permen itu belum mengatur sanksi ya, ini yang sedang kami exercise, mungkin kami akan keluarkan Permen baru yang mengatur sanksi bagi operator selular yang tidak mematuhi itu,” kata Meutya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama dengan Komisi I DPR RI di Jakarta pada Senin (7/7/2025).
Adapun, aturan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, yang pada Pasal 11 ayat (1) menyebutkan setiap pelanggan dapat melakukan registrasi paling banyak tiga nomor untuk setiap Penyelenggara Jasa Telekomunikasi pada setiap perangkat telekomunikasi yang digunakan melalui sistem identifikasi berbasis NIK dan nomor KK.
Meutya juga menekankan pentingnya pemutakhiran data pelanggan oleh operator seluler, terutama dalam rangka mendukung transformasi digital nasional dan keamanan siber.
“Pada prinsipnya, kami menyampaikan kepada operator selular untuk melakukan pemutakhiran data yang sudah kami sampaikan juga secara publik,” katanya.
Meutya menambahkan pihaknya akan sangat senang apabila DPR turut melakukan pengawasan khusus terhadap operator selular dalam melakukan pemutakhiran data, mengingat hal ini menyangkut kepentingan publik dengan jumlah nomor yang mencapai 350 juta.
Dia juga menyoroti pola penggunaan SIM di Indonesia yang unik dibandingkan negara lain, dengan dominasi pelanggan prabayar yang sangat tinggi.
“Terkait SIM card, mungkin kami sampaikan data di sini bahwa di Indonesia itu kita memiliki kekhasan pelanggan di mana perundingan prabayar itu menempati 96,3%, pascabayar hanya 30,7%. Model ini yang saya rasa di negara lain tidak seperti ini, justru lebih banyak pascabayar,” katanya.
Dia menambahkan pengaturan baru juga mempertimbangkan dinamika bisnis di industri telekomunikasi, sekaligus mendorong migrasi secara bertahap ke e-SIM yang lebih aman dan efisien.
Menurut data yang dikantongi Komdigi, dari sekitar 25 juta ponsel yang sudah mendukung teknologi e-SIM, baru sekitar 1 juta yang bermigrasi. Karena itu, pemerintah akan terus mendorong pengguna untuk beralih.
Upaya ini, kata Meutya, bukan semata-mata untuk migrasi teknologi, melainkan demi keamanan data dan peningkatan layanan bagi masyarakat. Terlebih saat migrasi ke e-SIM dilakukan pendataan ulang, biometrik, dan akan didorong layanan-layanan IoT lainnya.
“Dan karena itu sebetulnya kami mendorong untuk juga manfaat keamanan, maupun manfaat layanan-layanan yang lebih baik bagi masyarakat luas,” ungkapnya.