Pengamat Sebut Kuota Internet Berbasis Waktu seperti Kesepakatan Dagang

Pernita Hestin Untari
Kamis, 26 Juni 2025 | 21:49 WIB
Seorang warga melakukan pengujian kecepatan internet di perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Kamis (28/11/2023). Bisnis/Adam Rumansyah
Seorang warga melakukan pengujian kecepatan internet di perbatasan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Kamis (28/11/2023). Bisnis/Adam Rumansyah
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Polemik mengenai kuota internet yang hangus dan dituding merugikan konsumen hingga keuangan negara dinilai keliru. Skema kuota internet berbasis waktu sama seperti kesepakatan dagang pada umumnya.

Mekanisme kuota berbatas waktu dinilai sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan regulasi sektor telekomunikasi.

Pengamat telekomunikasi yang juga mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) periode 2012–2015, Riant Nugroho menilai tudingan terkait kuota hangus merugikan masyarakat dan negara menunjukkan adanya kesalahpahaman terhadap prinsip-prinsip dasar hukum perdata.

“Jadi yang menuding operator telekomunikasi merugikan keuangan negara dan merugikan konsumen berarti mereka tidak mengerti hukum dagang atau perjanjian perdata,” kata Riant, dikutip Kamis (26/6/2025). 

Riant menjelaskan dalam hukum dagang, kesepakatan antara penjual dan pembeli bersifat mengikat sebagaimana halnya dalam jual beli rumah. 

Selama penjual telah menyampaikan kondisi produk dan pembeli setuju, maka transaksi tersebut tidak bisa dibatalkan secara sepihak, kecuali ada perjanjian baru antara kedua belah pihak. 

Prinsip ini, kata dia, sejalan dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Lebih lanjut, dia mengatakan pembelian pulsa maupun kuota internet adalah bagian dari mekanisme pasar, di mana konsumen telah setuju dengan syarat dan ketentuan yang diberikan oleh operator. 

Hal ini pun telah memenuhi ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya kewajiban pelaku usaha untuk menyampaikan informasi secara transparan terkait harga, masa aktif, dan volume kuota.

Apabila syarat dan ketentuan sudah disepakati kedua belah pihak, lanjut Riant, maka tidak bisa pihak luar memperkarakannya apalagi menuduh adanya pelanggaran pidana. 

“Sebelumnya tidak pernah ada masyarakat yang mengeluhkan seperti ini yang menyebabkan kegaduhan,” tambahnya.

Dia pun menilai perbandingan antara kuota internet dengan token listrik atau gas LPG yang tidak memiliki masa aktif, tidak relevan. 

Dalam pembelian token listrik atau LPG, barang yang dijual adalah volume penggunaan, bukan layanan berbasis waktu seperti internet.

Menurutnya operator seluler juga memberikan kebebasan kepada pelanggan untuk memilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya. 

“Seharusnya ketika masyarakat hanya membutuhkan internet sedikit, mereka bisa membeli kuota yang kecil. Penjual juga tidak memaksakan konsumen membeli kuota yang besar. Mereka juga menyediakan kuota kecil, sehingga masyarakat kita perlu diedukasi untuk membeli kuota sesuai dengan kebutuhannya,” jelas Riant.

Sebelumnya, dugaan kerugian negara akibat kuota internet hangus mencapai Rp63 triliun ramai diperbincangkan publik. 

Indonesian Audit Watch (IAW) bahkan telah melayangkan surat terbuka kepada Presiden RI, BPK, KPK, dan Kejaksaan Agung, mendesak audit menyeluruh terhadap model bisnis tersebut dan menyelidiki potensi pelanggaran hukum.

Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan bahwa praktik masa aktif adalah hal yang lazim dalam industri. 

Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir menyebut kuota internet berbeda dengan komoditas seperti listrik atau tol karena berbasis pada lisensi spektrum dari pemerintah.

“Hal ini berbeda dengan listrik atau kartu tol,” katanya. 

Dia menyebut operator global seperti Kogan Mobile (Australia) dan CelcomDigi (Malaysia) juga menerapkan masa berlaku pada paket data mereka. 

Operator juga telah memberikan informasi terbuka mengenai masa aktif, kuota, dan harga yang bisa diakses melalui situs resmi atau platform pembelian.

“Pelanggan diberikan keleluasaan untuk memilih dan membeli paket data sesuai keinginannya dan kebutuhannya,” tegas Marwan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper