Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Periode 2014-2019 Rudiantara menekankan pentingnya konsolidasi di industri telekomunikasi dalam menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat melambat ke angka 4,87% (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2025 atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,11% yoy.
Perlambatan pertumbuhan tersebut turut dirasakan oleh pengusaha telekomunikasi di dalam negeri.
Untuk menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi, menurut Rudiantara, perusahaan telekomunikasi perlu meringankan ongkos operasional. Salah satu caranya dengan konsolidasi.
Merger antara XL Axiata dan Smartfren dinilai sebagai salah satu langkah yang tepat untuk menjaga pertumbuhan di tengah kondisi yang makin menantang.
"Ya. Istilahnya kalau top line atau pendapatannya tidak bisa ngangkat, ya cost-nya yang harus dijaga. Ya cuman itu aja," ujar Rudiantara kepada Bisnis di sela-sela acara Penjurian Bisnis Indonesia Award 2025, Senin (5/5/2025).
Diketahui, XLSMART, hasil merger antara XL Axiata dan Smartfren, resmi beroperasi pada 16 April 2025. Operator baru ini mulai melayani pelanggan dengan janji peningkatan layanan, termasuk pembangunan 8.000 site jaringan baru dalam 5 tahun ke depan. Kemampuan dalam memacu jaringan dapat dilakukan berkat kekuatan modal yang lebih besar.
Rudiantara menambahkan merger antara Smartfren dan XL Axiata merupakan langkah strategis jangka panjang untuk menurunkan biaya industri.
Dengan konsolidasi tersebut, lanjut Rudiantara, operator telekomunikasi memiliki skala ekonomi yang lebih tinggi dan industri yang lebih sehat.
“Agar operatornya mempunyai skala ekonomi yang tinggi, lebih sehat, industrinya harus konsolidasi. Tiga operator, maka kekuatan industrinya lebih sehat," katanya.
Rudiantara menyinggung keberhasilan merger Indosat dan Tri Hutchison Asia (H3I) dalam meningkatkan kinerja kedua perusahaan.
Dia menyebut peningkatan EBITDA sebagai salah satu indikator positif, karena EBITDA yang lebih tinggi menghasilkan cash flow yang dapat digunakan untuk investasi ulang. EBITDA tinggi juga bisa membuat investor lebih tenang karena selalu berharap dividen yang besar.
Indosat mencatat laba bersih Rp1,3 triliun atau naik 1,2% secara tahunan pada kuartal I/2025. Emiten berkode saham ISAT itu membukukan pendapatan kuartal I/2025 yang stabil sebesar Rp13,5 triliun, dengan EBITDA sebesar Rp6,4 triliun.
"Ya pastinya kalau pemegang saham itu maunya dividennya tinggi. Tapi kan dividen tinggi juga kalau misalkan dibayar semua, enggak ada untuk investasi ulang ya kasihan industrinya," katanya.