Bisnis.com, JAKARTA - Digital Edge, perusahaan Singapura yang fokus pada bisnis data center, berhasil menghimpun dana sebesar US$1,6 miliar atau Rp25,9 triliun. Pemegang saham mayoritas PT Indointernet Tbk. (EDGE) itu akan memanfaatkan dana tersebut untuk memperluas bisnis di regional dan kapabilitas di kecerdasan buatan (AI).
Digital Edge Limited saat ini memiliki 59,1% saham EDGE da Digital Edge SPVI Limited menggenggam 33% saham.
Reuters melaporkan Digital Edge mengumpulkan lebih dari US$1,6 miliar modal baru melalui kombinasi ekuitas dan pembiayaan utang untuk mendanai fase pertumbuhan berikutnya.
Modal yang dikumpulkan termasuk sekitar U$640 juta investasi ekuitas dari investor lama dan baru, serta US$1 miliar total pembiayaan utang.
Digital Edge mengatakan investasi tersebut akan memungkinkannya untuk memperluas kehadirannya di pasar-pasar utama, termasuk Jepang, Korea, India, Malaysia, Indonesia, dan Filipina.
Saat ini perusahaan tersebut memiliki dan mengoperasikan 21 pusat data dengan lebih dari 500 MW beban TI yang sedang beroperasi dan dalam tahap pembangunan dan pengembangan, dengan tambahan 300 MW yang disimpan untuk pengembangan pada masa mendatang.
Sementara itu, Computer Weekly melaporkan Digital Edge saat ini mengoperasikan sejumlah data center antara lain kampus berkapasitas 100 MW di Incheon, Korea Selatan dan kampus berkapasitas 300 MW di Navi Mumbai India.
Perusahaan tersebut juga merencanakan fasilitas edge skala besar baru di pusat kota Tokyo, pusat data kesembilan perusahaan tersebut di Jepang. Di Asia Tenggara, Digital Edge memperluas jejaknya di Jakarta dengan fasilitas Edge2 berkapasitas 23 MW pada awal 2024.
CEO Digital Edge Samuel Lee mengatakan pembiayaan baru tersebut menandai tonggak penting dan memvalidasi kualitas platform dan tim perusahaan.
“Kami bersemangat untuk melanjutkan fase berikutnya dari pengembangan pusat data yang siap untuk AI. Kami bertujuan untuk memberikan pengalaman pelanggan yang konsisten di seluruh platform kami, tidak seperti banyak pesaing yang berfokus pada akuisisi aset tanpa menyatukan layanan backend mereka,” kata Semuel.