Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Peneliti di China dilaporkan mulai mengembangkan penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) Meta, perusahaan asal AS, pada sejumlah peralatan militer guna mendukung operasi militer negara tersebut.
Melansir laporan Reuters, Lembaga peneliti tersebut menggunakan model LLaMA besutan Meta yang merupakan Kumpulan model Bahasa dasar tercanggih dengan kisaran antara 7 miliar hingga 65 miliar parameter.
Sebelumnya, peneliti di Tiongkok juga telah menggunakan model Bahasa besar (Large Language Model/LLM) LLaMA 13B untuk mengumpulkan dan memproses pelaksanaan tugas-tugas intelijen.
"Ini pertama kalinya ada bukti substansial bahwa pakar militer PLA di Tiongkok telah secara sistematis meneliti dan mencoba memanfaatkan kekuatan LLM sumber terbuka, khususnya Meta, untuk keperluan militer," kata Sunny Cheung, rekan peneliti di Jamestown Foundation dikutip dari laporan Reuters, Minggu (3/11/2024).
Untuk diketahui Meta telah mendukung peluncuran AI yang cukup masih beberapa waktu belakangan, termasuk LLaMA. Meta juga disebut telah memberlakukan pembatasan pada penggunanya.
Salah satunya, Meta melarang penggunaan model untuk industri atau aplikasi militer, peperangan, nuklir, spionase, hingga kegiatan lain yang tunduk pada kontrol ekspor pertahanan AS.
Di samping itu, Meta juga telah secara tegas membatasi AI untuk melakukan pengembangan senjata dan konten yang dimaksudkan untuk menghasut hingga mempromosikan tindak kekerasan.
Dalam keterangannya, Meta turut memastikan bahwa pihaknya dapat mengambil tindakan untuk mencegah penyalahgunaan apabila sewaktu-waktu AI kembangannya digunakan oleh tentara rakyat atau tentara non-pemerintahan suatu negara untuk melakukan perpecahan.
"Karenanya, setiap penggunaan model kami oleh Tentara Pembebasan Rakyat (Peoples Liberation Army – tentara non Nasional) adalah tidak sah dan bertentangan dengan kebijakan penggunaan yang dapat diterima," kata Molly Montgomery, direktur kebijakan publik Meta.