Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menargetkan turunan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dalam Peraturan Pemerintah (PP) akan rampung pada awal Oktober 2024, dengan Badan Pengawas PDP akan langsung berada di bawah Presiden Republik Indonesia.
Artinya, turunan UU PDP akan meluncur sebelum masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Perlu diketahui, masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI akan berakhir pada 20 Oktober 2024.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa hingga saat ini aturan turunan tersebut sudah hampir selesai dengan persentase mencapai 90%.
“Undang-undang PDP, peraturan pemerintahnya lagi kami susun, sudah 90% bisa dibilang, proses masih terus berjalan, terutama konsultasi-konsultasi akhir sebelum itu nanti disahkan,” kata Nezar saat ditemui seusai acara Vida bertajuk ‘Where's The Fraud?: How Indonesian Businesses Can Safeguard Digital Transactions’ di Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Kemenkominfo pun menargetkan PP PDP akan meluncur pada awal Oktober. “Targetnya, target kita sih di awal Oktober, paling tidak PP-nya sudah rampung,” ujarnya.
Hal ini mengingat UU PDP akan berlaku pada Oktober mendatang. Perlu diketahui, UU PDP telah diundangkan dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 pada 17 Oktober 2022 dan berlaku paling lama dua tahun sejak diundangkan, yakni 17 Oktober 2024.
Baca Juga Yayasan Thohir Target Kerja Sama LPDP Program Beasiswa ke University of Southern California |
---|
“Karena Undang-Undang PDP kan Oktober sudah mulai berlaku, jadi PP-nya juga segera menyusul,” tuturnya.
Di sisi lain, aturan turunan kelembagaan untuk pelaksanaan UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) juga menjadi tugas utama yang harus dirampungkan Kemenkominfo.
Nezar mengungkap bahwa salah satu hal yang paling krusial adalah Badan Pengawas PDP. Namun, keberadaan Badan Pengawas ini masih dalam tahap diskusi.
Kendati demikian, Nezar menuturkan bahwa Badan Pengawas ini tidak berada di bawah Kemenkominfo, melainkan langsung di bawah Presiden.
Sebelumnya diberitakan, Kemenkominfo mengakui sanksi administratif atas pelanggaran UU PDP untuk pihak swasta sangat tegas.
Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo Teguh Arifiyadi menyampaikan bahwa UU PDP tidak hanya berlaku untuk penyelenggara swasta, melainkan juga pemerintah, termasuk dalam hal pengenaan sanksi.
“Saya harus jujur, di UU PDP itu mengatur sanksi sangat tegas untuk swasta. Kalau dia melanggar prinsip-prinsip PDP, mereka kena denda maksimum 2% dari penerimaan tahunan dengan variabel-variabel tertentu,” ujar Teguh dalam agenda Ngopi Bareng di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Namun, Teguh melanjutkan, ada 10 variabel pengurang pelanggaran UU PDP, tergantung kepatuhan dan banyaknya data yang bocor.
“Tetapi di satu sisi, UU PDP belum mengatur tegas bagaimana kalau pelanggaran itu dilakukan oleh pemerintah. Nah, itu perlu ada Peraturan Pemerintah tersendiri, jadi belum diatur,” katanya.
Menurut Teguh, turunan UU PDP dalam Peraturan Pemerintah perlu mengatur ketentuan sanksi pelanggaran yang dilakukan pemerintah.
“[Sanksinya] apakah pemerintah kalau misalnya ada insiden, pejabat harus diganti? Apakah misalnya anggarannya dikurangi dan seterusnya. Itu belum ada. Terus terang belum ada [sanksi] memang. Tetapi itu bukan berarti tidak dipikirkan,” ujarnya.
Namun, Teguh memastikan bahwa sanksi administratif atas pelanggaran UU PDP untuk pemerintah bakal disiapkan dalam satu rumusan PP tersendiri. Pasalnya, saat ini Peraturan Pemerintah (PP) yang disiapkan lebih banyak menekankan ke penyelenggara swasta.
Dia menjelaskan bahwa terdapat dua opsi yang tengah digodok untuk merumuskan turunan UU PDP dalam RPP terkait pengenaan sanksi, yakni sanksi untuk pemerintah masuk ke dalam RPP yang eksisting, atau dibuat dalam RPP yang terpisah.
Sebab, Teguh menuturkan, mayoritas negara yang mengatur terkait PDP hanya ditujukan untuk penyelenggara swasta, bukan untuk pemerintah.
“Tetapi Indonesia, waktu UU ini dirumuskan kita sepakat bahwa yang harus comply jangan cuma swasta dong, justru pemerintah yang paling banyak mengelola data, [seperti] kesehatan, telekomunikasi, dan lain-lain,” pungkasnya.