Laporan dari Singapura: Mayoritas Peta Jalan AI Negara Asean Tidak Jelas

Syaiful Millah
Kamis, 15 Agustus 2024 | 10:20 WIB
Media Briefing IBM Thing 2024
Media Briefing IBM Thing 2024
Bagikan

Bisnis.com, Singapura - Perusahaan dan organisasi di Asia Tenggara (Asean) belum banyak yang memiliki peta jalan yang jelas mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI). Kendati demikian, mereka terbuka untuk mengadopsi. 

Sebuah studi baru dari Ecosystm atas nama IBM, berjudul AI Readiness Barometer: ASEAN's AI Landscape, menemukan bahwa sebanyak 85% organisasi di Asean sepakat bahwa AI bisa membantu dalam mencapai tujuan strategis. Namun, baru sekitar 17% dari mereka yang memiliki strategi yang jelas soal adopsi teknologi AI. 

Studi itu pun mengungkap adanya kesenjangan antara optimisme perusahaan mengenai kesiapan mereka memanfaatkan AI dengan realitas yang ada. Misalnya, sebanyak 16% pemimpin organisasi menyatakan bahwa mereka berada puncak kesiapan AI (kategori AI First). Akan tetapi, berdasarkan data dan penilaian lapangan Ecosystem, baru ada 1% organisasi yang dinyatakan masuk dalam kategori tersebut. 

Begitu juga dengan 39% organisasi yang merasa bahwa mereka telah berada dalam tahap transformasi kesiapan AI (Transformative), tapi nyatanya baru 4% yang memenuhi syarat. 

General Manager IBM Asean, Catherine Lian, mengatakan bahwa perjalanan AI (proses memulai sampai menskalakan implementasinya) punya banyak manfaat bagi perusahaan. Ini termasuk mempercepat inovasi dan produktivitas serta meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik lagi. 

Namun, dia mengamini, banyak pemimpin teknologi dan bisnis terlalu melebih-lebihkan kemampuan mereka untuk mengimplementasikan AI dengan cara yang baik dan benar. Menurutnya, kesiapan mengadopsi AI membutuhkan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang kuat, bakat yang tepat, dan kerangka kerja tata kelola yang matang. 

Hal-hal tersebut bertujuan untuk memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis, serta mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 

“Tanpa pondasi yang kuat, organisasi berisiko melaksanakan implementasi yang hanya berfokus pada kemampuan teknologi, tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjangnya pada bisnis,” katanya dalam acara Media Briefing IBM Think 2024 Singapore di Sand Expo and Convention Center, Singapura, Rabu (14/8/2024). 

CEO Ecosystm, Ullrich Loeffler, menambahkan bahwa jalan menuju kesuksesan adopsi dan optimalisasi AI dimulai dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan hambatan potensial organisasi untuk integrasi AI yang lancar. 

Menurutnya, AI bukan solusi berkonsep plug and play, dengan satu model yang bisa diimplementasikan ke banyak kasus atau kebutuhan di berbagai perusahaan. Justru, implementasinya jauh lebih kompleks berdasarkan dengan use case masing-masing. 

“Kita harus cari apa masalah dan apa yang ingin diselesaikan. Baru setelahnya, kita mencari bagaimana cara bisa untuk mencapai itu dengan memanfaatkan AI,” imbuhnya. 

Loeffler menyatakan, poin yang tak kalah penting guna mencapai tujuan tersebut adalah dengan mencari mitra teknologi dan memilih alat yang tepat. Dengan begitu, perusahaan atau organisasi bisa mengoptimalkan alur kerja untuk AI melalui rekayasa ulang proses. 

Dalam hal ini, organisasi, lanjutnya, harus melakukan komunikasi secara terbuka dan selaras bersama mitra serta manajemen perubahan internal untuk menyesuaikan proses dan budaya dengan adanya adopsi AI yang dilakukan.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Syaiful Millah
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper