Dugaan Kebocoran Data BKN Berisiko Ganggu SPBE hingga Pelayanan Publik

Rahmad Fauzan
Rabu, 14 Agustus 2024 | 08:35 WIB
Peserta mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) berbasis Computer Assisted Test (CAT) untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Peserta mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) berbasis Computer Assisted Test (CAT) untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) Pusat, Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Dugaan insiden kegagalan pelindungan data pribadi aparatur sipil negara (ASN) yang dikendalikan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dikhawatirkan akan berdampak pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan pelayanan publik. 

SPBE merupakan sebuah sistem teknologi untuk membuat pemerintahan lebih efisien, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat. Data ASN yang bocor dikhawatirkan dimanfaatkan untuk masuk ke sistem SPBE.  

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan dugaan kebocoran data akan sangat berisiko terhadap subjek data (para ASN) karena melibatkan sejumlah kombinasi data pribadi, yang selama ini seringkali menjadi instrumen verifikasi dan autentifikasi, sehingga memiliki risiko lebih besar manakala terjadi kegagalan.

Maka makin mudah dan spesifik juga seseorang dapat teridentifikasi sekaligus dikendalikan oleh pihak lain. 

“Tak hanya ASN, kebocoran ini juga berisiko terhadap pelayanan publik maupun pengembangan SPBE secara keseluruhan ke depan,” kata Wahjudi dalam keterangan resmi, Selasa (13/8/2024).

Kedua, ketiadaan penegakan hukum yang jelas terhadap sekian rangkaian insiden yang terjadi, termasuk yang terjadi pada BKN, telah memperpanjang deretan keberulangan kegagalan pelindungan data pribadi.

Pemerintah dianggap tidak pernah belajar dari rentetan insiden keamanan siber yang berdampak pada kebocoran data sebelumnya secara berturut-turut dan masif.

Hal ini dinilai ditengarai oleh tidak adanya pertanggungjawaban serta penegakan hukum yang memadai terhadap insiden-insiden tersebut, terutama yang melibatkan badan publik.

Ketiga, investigasi terhadap insiden tidak pernah tuntas, termasuk dengan memberikan laporan akuntabilitas baik kepada subjek data maupun publik. Tindakan terhadap kebocoran seringkali baru dilakukan pasca-insiden tersebut memperoleh perhatian publik.

“Tak hanya itu, respon yang diberikan pemerintah juga sebatas penyangkalan dan tidak ada pertanggungjawaban kepada publik terkait hasil investigasi,” jelasnya.

Semestinya, sambung Wahjudi, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pemerintah segera melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem informasi yang digunakan dalam mengelola data pribadi.

Langkah pembenahan ini dapat diawali dengan proses audit menyeluruh terhadap instrumen kebijakan tata kelola data pemerintah, penguatan kapasitas sumber daya manusia; dan upaya sistematik untuk memastikan kepatuhan institusi pemerintah terhadap seluruh standar dan kewajiban pelindungan data.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmad Fauzan
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper