Bisnis.com, JAKARTA — CEO X (dahulu Twitter) Elon Musk memenangkan gugatan class action yang meminta US$500 juta atau sekitar Rp8,1 triliun (asumsi kurs Rp16.213 per dolar AS) dalam bentuk pesangon yang belum dibayar untuk 6.000 mantan karyawan Twitter yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal setelah membeli perusahaan.
Dilansir dari PCMag, Kamis (11/7/2024), hakim menolak gugatan dan menyampaikan bahwa klaim yang dibuat berdasarkan Undang-Undang Keamanan Pendapatan Pensiun Karyawan atau Employee Retirement Income Security Act (ERISA) tidak berlaku untuk kasus tersebut. Oleh karena itu, hakim memutuskan tidak ada pembayaran seperti itu yang berlaku.
McMillian, yang sebelumnya mengawasi program tunjangan karyawan Twitter sebagai Kepala Pengalaman Orang, telah mengeklaim bahwa Elon Musk dan X tidak memberi tahu karyawan secara memadai tentang perubahan rencana pesangon mereka dan tidak mematuhi rencana pesangon yang ditetapkan sebelum Musk membeli Twitter.
McMillian dan karyawan yang diberhentikan lainnya dilaporkan hanya menerima uang pesangon satu bulan sebelum dipaksa keluar pada November 2022 setelah pengambilalihan Musk.
"Setelah pengambilalihan atau penggabungan, hanya ada pembayaran tunai yang dijanjikan. Tidak ada janji untuk melanjutkan manfaat kesehatan atau layanan penempatan yang disediakan oleh pihak ketiga," demikian keputusan hakim.
Meski demikian, McMillian masih dapat mengajukan gugatan lain yang diubah terhadap Elon Musk jika dia yakin pelanggaran kontrak atau pelanggaran lain telah terjadi. Akan tetapi, tidak akan dapat menggunakan undang-undang ERISA untuk mendukungnya.
Hakim menjelaskan bahwa pengajuan yang diubah dapat mengikat gugatan ini ke salah satu dari tiga kasus tertunda lainnya dari karyawan Twitter yang diberhentikan lainnya, yang juga menggugat Elon Musk dan X untuk alasan yang sama.