Was-Was Monopoli Starlink, Pengamat Sarankan Aturan Tarif Atas & Tarif Bawah

Rika Anggraeni
Jumat, 31 Mei 2024 | 00:30 WIB
Idiec menyarankan agar pemerintah segera membuat regulasi terkait tarif batas atas dan tarif batas bawah seiring masuknya Starlink di Indonesia./ dok. Starlink
Idiec menyarankan agar pemerintah segera membuat regulasi terkait tarif batas atas dan tarif batas bawah seiring masuknya Starlink di Indonesia./ dok. Starlink
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) menyarankan agar pemerintah segera membuat regulasi terkait tarif batas atas dan tarif batas bawah seiring masuknya satelit Starlink di Indonesia.

Ketua Umum Idiec Tesar Sandikapura mengatakan bahwa tarif atas dan tarif bawah layanan Starlink bisa ditentukan melalui forum group discussion (FGD) dengan pemain satelit lain untuk menemukan titik tengah tarif tersebut.

Meski begitu, Tesar menilai kompetisi persaingan di pasar telekomunikasi akan semakin bagus dengan hadirnya satelit orbit bumi rendah milik Elon Musk tersebut.

“Menurut saya ini kalau mau dibuat fair adalah dibatasi tarif bawahnya berapa yang sama-sama mainnya aman,” kata Tesar kepada Bisnis, Kamis (30/5/2024).

Tesar menuturkan, jika regulasi terkait tarif tidak ditentukan, maka dikhawatirkan pemain lokal akan gugur imbas pelanggan yang beralih ke Starlink, mengingat harganya yang jauh lebih murah.

Selain tarif, Tesar menambahkan bahwa pembatasan area yang dijangkau Starlink juga perlu diatur. “misalkan dia hanya bermain di area Indonesia Timur atau spesifik lain,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tesar menambahkan jika pemain lokal gugur, maka keamanan data siber Indonesia dalam bahaya. Di samping itu, Starlink berpotensi melakukan monopoli.

“Bahaya, jadi monopoli karena orang akan memilih Starlink karena mudah dan murah,” ujarnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyampaikan bahwa pemerintah sebagai regulator harus menjadi wasit agar kompetisi di industri telekomunikasi berjalan dengan baik dan sehat.

Heru menyampaikan, ketika ada kompetisi yang tidak sehat maka dikhawatirkan akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem.

Kompetisi yang tidak sehat ini bisa terjadi karena perlakuan yang berbeda dari regulator hingga perbedaan kewajiban yang dikenakan, seperti membayar hak penggunaan dari frekuensi.

Menurut Heru, pemerintah perlu memberikan keberpihakan bagi pemain lokal eksisting atau menjalankan kompetisi yang sehat dengan baik.

“Tentunya pemerintah juga harus memantau potensi-potensi predatory pricing, penyalahgunaan posisi, dan masalah harga perlu terus-menerus dipantau,” pungkasnya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Ibad Durrohman
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper