DPR Minta Starlink Gandeng Telkom (TLKM) Layani Ritel

Rika Anggraeni
Kamis, 30 Mei 2024 | 21:28 WIB
Roket SpaceX Falcon 9 yang membawa 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 39A di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida. Reuters
Roket SpaceX Falcon 9 yang membawa 60 satelit Starlink diluncurkan dari pad 39A di Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida. Reuters
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VI DPR RI menilai satelit orbit rendah milik Elon Musk, Starlink, perlu bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) untuk melayani pasar ritel. 

Hal itu disampaikan pimpinan rapat Mohamad Hekal dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta, Kamis (30/5/2024).

Hekal menuturkan bahwa saat Starlink ingin masuk ke Indonesia harus dipastikan bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia (Persero). 

Dia mengkhawatirkan disrupsi yang terjadi jika satelit Elon Musk mengudara secara penuh di luar angkasa. Terlebih, Telkom Group sudah menggelontorkan investasi dengan mendirikan jumlah Base Transceiver Station (BTS) di Indonesia.

“Sebab, Telkom Group sudah menanam kabel, mendirikan BTS [Base Transceiver Station], ini semua kan investasi, kalau pikir saya kalau ada orang mau masuk untuk membuat ini semua tidak ada nilainya seharusnya mengganti dulu dong biaya investasi karena ini punya kita, punya negara, dan punya seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Sebelumnya, CEO SpaceX Elon Musk menyampaikan layanan internet Starlink akan menyasar wilayah puskesman dan pendidikan. Starlink hadir secara B2C ke segmen ini.

"[Starlink] untuk kesehatan dan saya rasa bisa ditransformasikan untuk pendidikan juga," kata Elon Musk, Minggu (19/5/2024). 

Sementara itu, APJII menyayangkan sikap pemerintah dalam memberikan sertifikasi perizinan uji laik operasi (ULO) yang dinilai begitu cepat tanpa proses yang jelas dan transparan kepada Starlink.

Tak dapat dipungkiri, kondisi ini membuat Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) buka suara karena seakan pemerintah memberikan perilaku khusus untuk Starlink.

“Proses pemberian sertifikasi yang cepat bagi Starlink semakin memicu dugaan adanya perilaku istimewa yang mungkin tidak akan diberikan kepada ISP lokal,” Ketua Umum APJII Muhammad Arif dalam konferensi pers virtual APJII bertajuk ‘Perlakuan Khusus Starlink Buat Siapa dan Untuk Daerah Mana?’, Senin (27/5/2024).

Menurutnya, hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah telah membuat diskriminatif dan mengabaikan peran serta kontribusi penyedia kayanan internet atau Internet Service Provider (ISP) lokal yang selama ini telah memenuhi standar regulasi yang ketat.

Tak berhenti di sana, polemik lain yang dipertanyakan adalah kantor operasional atau Network Operation Center (NOC) Starlink di Indonesia yang belum tersedia. NOC atau pusat manajemen jaringan merupakan tempat untuk pemantauan dan kontrol jaringan telekomunikasi.

Padahal, menurut Arif, saat suatu ISP melakukan ULO maka seharusnya NOC tersebut sudah tersedia sebagai salah satu syarat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengeluarkan izin penyelenggaraan kepada ISP.

Permasalahan semakin parah, Arif mengungkapkan bahwa ditemukan perangkat Starlink yang diduga masuk ke pasar melalui jalur ilegal.

APJII menduga perangkat tersebut masuk melalui jalur black market dan tidak melalui proses standarisasi Ditjen SDPPI Kominfo, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta menyalahi aturan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait barang impor ilegal.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper