Author

Nadhila Dzikrina

Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Merger Tokped-Tiktok, Siapa yang Untung?

Nadhila Dzikrina
Senin, 13 Mei 2024 | 08:45 WIB
Warga mengakses aplikasi Tiktok di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mengakses aplikasi Tiktok di Jakarta. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Merger an­­­­tara PT Tokopedia de­­­ngan Tik­­­­tok di­­­nya­­­ta­­­kan telah tuntas oleh Ke­­­men­­­­terian Perdagangan (Ke­­­­­­­­mendag). Konsolidasi antara Tiktok dengan To­­­kopedia diharapkan akan memberikan manfaat dan menguntungkan bagi pelaku UMKM lokal. Namun, apa­­­kah upaya pemerintah su­­­­dah cukup untuk menjaga ke­­­­pentingan pengusaha UMKM di dalam negeri?

Sejalan dengan kembali beropera­­­sinya Tiktok Shop, para konsumen di Indonesia da­­­pat mengakses berbagai macam produk dan jasa, baik produk UMKM lokal maupun produk impor yang didistribusikan oleh reseller lokal. Seiring dengan perubahan selera pasar dalam negeri dan semakin luasnya jumlah audience pengguna e-commerce, tak mudah bagi produsen UMKM lokal untuk beradaptasi dengan perubah­­­an perilaku konsumen tersebut.

Sependapat dengan Ajay Tawde, Head of Experience Ogilvy untuk Indonesia, ada kekhawatiran terjadinya ke­­­timpangan kapasitas produksi antara pelaku bisnis besar dan produsen lokal (Campaign Asia, 2024). Oleh karena itu, Tiktok dan To­­­ko­­­pedia perlu bertanggung jawab memastikan terjadinya persaingan yang adil bagi seluruh pelaku bisnis, dari kapasitas kecil hingga besar.

Ada beberapa hal yang se­­­patutnya menjadi perhatian pemerintah dalam menyikapi beroperasinya Tiktok Shop di Indonesia. Pertama, perlu memahami bahwa integrasi antara e-commerce dan sosial media merupakan tren yang tidak bisa dihindarkan. Warganet Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 3 jam per hari untuk mengakses sosial media, menempati po­­­sisi kedua setelah Fi­­­li­­­pi­­na menurut laporan dari Hootsuite 2021.

Metode promosi lewat sosial media kini dianggap lebih efektif daripada iklan konvensional. Studi Global Trust in Advertising Report dari Nielsen menunjukkan bahwa 92% konsumen lebih percaya rekomendasi dari teman maupun keluarga daripada bentuk iklan lainnya.

Sementara itu, Permendag Nomor 31 Tahun 2023 saat ini justru melarang penggabungan fungsi sosial media dengan platform e-commerce. Mengingat semakin naiknya ketergantungan masyarakat terhadap sosial media, peraturan tersebut seakan tidak mengikuti perkembangan zaman.

Keamanan Data

Kedua, perlu strategi cermat untuk menyikapi penggunaan data pribadi konsumen oleh pemilik sistem platform. Keberadaan Tiktok Shop di Indonesia dikhawatirkan menyebabkan perusahaan asing dapat melacak data pasar dan konsumen di Indonesia, di mana pihak asing dapat mematok harga produk yang lebih murah sehingga dapat merugikan pasar dan pelaku bisnis di dalam negeri.

Di satu sisi, data dan informasi tentang preferensi pembeli serta dinamika kondisi pasar justru merupakan kunci untuk mengupayakan proses digitalisasi kegiatan ekonomi.

Tanpa adanya big data, pelaku usaha tidak dapat menganalisis dan membuat keputusan bisnis yang tepat. Data seputar preferensi dan perilaku konsumen inilah yang dibutuhkan dan krusial supaya para pelaku industri dapat bersaing dan bertahan di era ekonomi digital.

Sukses atau tidaknya persaingan bisnis di era teknologi dan informasi ditentukan oleh seberapa kuat data yang dimiliki. Menurut laporan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), Tokopedia memiliki 18 juta pengguna aktif tiap bulannya.

Sedangkan pengguna aktif Tiktok Shop di Indonesia disebut mencapai 125 juta. Dengan total sekitar 143 juta pengguna aktif, kemitraan dua platform tersebut dapat menjangkau data konsumen sekitar separuh dari penduduk di dalam negeri.

Big data ini bisa menjadi aset yang sangat strategis dan powerful yang seharusnya tidak hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan, namun juga bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan terkait sektor perdagangan dan industri nasional.

Walau begitu, tentu perlindungan data pribadi konsumen tetap harus menjadi prioritas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, pemerintah sepatutnya dapat menggunakan otoritasnya untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dari setiap platform online yang beroperasi di Indonesia dicegah untuk dimanfaatkan pihak asing.

Sebaliknya, data yang dimiliki oleh sejumlah perusahaan teknologi tersebut seharusnya dimaksimalkan oleh pemerintah untuk menjadi dasar perumusan kebijakan yang tepat.

Sebagai contoh, data kisaran harga produk bahan pokok yang diperjualbelikan di platform lokapasar dapat menjadi referensi daya beli masyarakat bagi pemerintah pusat maupun daerah.

Data produk terlaris untuk kategori retail seperti busana, alas kaki, dan F&B dapat dianalisa dan dimanfaatkan oleh kemenkop UKM untuk memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada para pelaku UMKM. Dengan begitu, resource dan keahlian yang dimiliki oleh perusahaan startup teknologi dan berbagai platform online yang beroperasi di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Peran krusial yang seharusnya dilakukan oleh lawmaker dan pemangku kebijakan adalah membangun kemitraan dengan sektor swasta. Mencari jalan tengah di mana pihak perusahaan dan pelaku bisnis tetap dapat mencari keuntungan di wilayah Indonesia, namun tetap menjaga supaya konsumen lokal dan pengusaha UMKM juga tidak dirugikan dan merasakan manfaatnya.

Besarnya demografi menempatkan Indonesia sebagai pasar yang amat potensial untuk berbisnis apa pun. Pemerintah mesti menjadikan keuntungan posisi itu sebagai daya tawar untuk mengkondusifkan iklim bisnis agar setiap aksi korporasi besar tak menyingkirkan pengusaha lokal.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper