Bisnis.com, JAKARTA - Ahli Komisi Pemilihan Umum (KPU) Marsudi Wahyu Kisworo menilai keributan seputar aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU merupakan hal yang sia-sia atau pepesan kosong. Data di aplikasi yang disebut menelan biaya Rp3,5 miliar itu tidak digunakan dalam perhitungan suara Pemilihan Presiden.
Marsudi mengatakan KPU menggunakan Sirekap sebagao pengganti Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang terakhir digunakan pada Pemilu 2019. Aplikasi tersebut diakui berjalan kurang optimal. Sejumlah data yang dimasukan ke aplikasi berubah secara tiba-tiba, yang kemudian memicu perdebatan di publik.
Menurut Marsudi, masyarakat hanya memperdebatkan sesuatu yang sia-sia atau pepesan kosong.
“Kita meributkan pepesan kosong. Karena penetapan pemilu dasarnya adalah manual. Itu yang dipakai, bukan Sirekap,” kata Marsudi dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2024, Rabu (3/4/2024).
Pepesan kosong adalah sebuah peribahasa yang memiliki arti memperbutkan sesuatu hal yang tidak memberikan apa-apa.
Adapun pengembangan Sirekap sendiri menelan biaya. KPU menyampaikan bahwa biaya pengembangan Sirekap dibebankan kepada APBN. Namun, KPU belum pernah menyebutkan besaran dana yang digelontorkan untuk Sirekap.
Berdasarkan informasi yang beredar, Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) sempat menyebut bahwa biaya yang dihabiskan untuk Sirekap mencapai Rp3,5 miliar.
Sementara itu, Saksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan bahwa perangkat lunak Sirekap Pemilu 2024 telah diaudit oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Analis keamanan tim pengembang Sirekap, Yudistira Dwi Wardhana Asnar menjawab pertanyaan mengenai audit dari anggota tim hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Bambang Widjojanto.
“Apakah kami sudah diaudit? Sudah, kami sudah diaudit. Ada dua lembaga yang melakukan audit, BRIN melakukan audit, dan BSSN telah melakukan technical assessment,” kata Yudhistira.
Yudistira lantas menghela napas sejenak usai mengatakan hal tersebut. Di depan majelis hakim konstitusi, dia mengaku telah lama menahan fakta ini, meskipun tak menjelaskan penyebabnya.
“Karena cukup lama saya harus menahan fakta ini, mohon maaf Yang Mulia,” ujarnya dengan emosional.
Dia lantas berterima kasih kepada kedua lembaga negara tersebut. Menurut Yudistira, apa yang dilakukan kedua lembaga telah membuat kinerja pihaknya menjadi lebih baik.