Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai fenomena dan isu berbau klenik menerpa Jawa Tengah dalam beberapa hari terakhir, pertama isu kemunculan Selat Muria Purba dan terbaru soal Bledug Kramesan.
Sebagaimana diketahui wilayah Demak terendam banjir selama beberapa hari terakhir. Tak hanya Demak, wilayah-wilayah sekitar Pantai Utara Jawa, seperti Semarang, Pati, dan Kudus mengalami banjir dengan ketinggian bervariasi.
Seiring dengan banjir Demak dan Semarang yang tak kunjung surut, berbagai teori pun muncul. Salah satunya adalah tenggelamnya Demak dan membuat Selat Muria Purba muncul kembali.
Sebagai informasi, Selat muria merupakan cikal bakal munculnya kabupaten-kabupaten pantura, seperti Demak, Grobogan dan Pati.
Hilangnya selat muria ini diperkirakan terjadi pada abad ke-17 karena sedimentasi yang menyebabkan bersatunya Gunung Muria dan Pulau Jawa.
Selat Muria merupakan perairan purba yang kemudian mengalami pendangkalan dari proses sedimentasi material beberapa sungai yang bermuara di daerah yang sekarang disebut Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati.
Baca Juga Selat Muria Jadi Daratan, Ini Pemicunya |
---|
Meski demikian, kabar ini sudah ditampil oleh BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan peristiwa banjir besar yang merendam Demak hingga Kudus tak ada kaitan dengan isyarat kemunculan kembali Selat Muria.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Eko Soebowo saat dihubungi di Jakarta, menjelaskan bahwa banjir yang terjadi murni pengaruh alam akibat kondisi cuaca ekstrem.
"Cuaca memang ekstrem dan daerah aliran sungai di wilayah sana tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi," ujarnya seperti dilansir dari Antaranews.
Baca Juga Terimbas Fenomena Equinox, Ini Prakiraan Cuaca di Deli Serdang, Ciputat dan Cengkareng Hari Ini |
---|
Fenomena baru
Setelah teka-teki soal kemunculan kembali Selat Muria Purba, kini muncul fenomena baru bernama Bledug Kramesan.
Bledug Kramesan terletak di Dusun Medang, Sendangrejo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Fenomena seperti Bledug Kramesan ini sudah ada sejak lama dan hal tersebut dijumpai pada beberapa naskah dari kerajaan-kerajaan di Jawa mengenai kehadiran mud volcano ini.
Jarak Bledug Kramesan dari Bledug Kuwu adalah sekitar 3,4 km. Bledug Kramesan ini memiliki ketinggian 25 meter dari permukaan tanah. Bledug-bledug ini adalah material dari mud diapir yang lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan maupun struktur sesar.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan, area terjadinya Bledug Kramesan dan Bledug Kuwu pada umur Paleogen adalah termasuk dalam Pati Through yang memungkinkan diendapkannya sedimen secara cepat dan tebal.
Dan secara fisiografi termasuk pada antiklinorium Zona Rembang yang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk antiklinorium yang memanjang ke arah Barat - Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura.
"Batuan yang diendapkan pada zona ini setelah mengalami burial dan kompresi akan membentuk mud diapir yang terdiri atas material halus unconsolidated. Dimana material halus tersebut dapat lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan dan struktur geologi yang ada,"ujar Wafid di Bandung, Senin (25/3).
Ditambahkan, Wafid beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya mud diapir antara lain, amblesan,kedua, kecepatan pengendapan, ketiga lapisan plastis, overpressure dan under-compacted, potensi hidrokarbon, produksi air diagenetic,tektonik kompresi dan gradient panas bumi.
"Secara struktur geologi bledug terletak pada area yang tidak padat patahan dan kelurusan karena sifatnya yang plastis. Sehingga pada daerah mud diapir tidak terindikasi adanya kelurusan patahan, namun terdapat struktur geologi berupa antiklin dengan sumbu relatif Barat Daya - Timur Laut," terang Wafid.
Karena termasuk fenomena alam, maka ESDM meminta agar masyarakat tidak terlalu panik.