Bisnis.com, JAKARTA -- TikTok, anak usaha ByteDance dikabarkan memperluas bisnis e-commerce di Amerika Serikat (AS). Dana sebesar US$17,5 miliar disiapkan guna merealisasikan hal tersebut, di tengah kuatnya kabar pelanggaran yang dilakukan TiKTok di Indonesia.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis (4/1/2024) beberapa minggu terakhir, pertemuan internal ByteDance telah membahas sasaran peningkatan volume barang dagang untuk TikTok Shop AS pada tahun ini. Meskipun, tak menutup kemungkin terjadi perubahan seiring keberlanjutan bisnis.
Rencana ekspansi tersebut tak hanya menimbulkan ancaman untuk Amazaon, melainkan juga perusahaan e-commerce asal China lainnya yakni Temu yang juga telah berhasil membuat kemajuan besar di kalangan pembeli muda Amerika.
TikTok dinilai unggul sebagai platform ritel online yang mengandalkan jangkauan media sosial untuk daya tarik video sehingga berhasil memikat konsumen.
Perusahaan tersebut kini berupaya memperluas penjualannya di AS dan Amerika Latin. Adapun, sumber Bloomberg menyebutkan bahwa TikTok berencana meluncurkan operasi e-commerce dalam beberapa bulan mendatang.
ByteDance, yang didirikan lebih dari satu dekade lalu oleh Zhang Yiming dan Liang Rubo, tumbuh menjadi pemimpin internet dengan kekayaan lebih dari U$200 miliar berkat viralnya platform video pendek TikTok dan Douyin.
Pendapatan ByteDance melonjak sekitar 30% pada tahun 2023 menjadi lebih dari U$110 miliar, melampaui proyeksi pertumbuhan pesaing media sosial yang jauh lebih mapan, Meta Platforms Inc. dan Tencent Holdings Ltd.
ByteDance bermaksud mengekspor model e-commerce-nya secara global. Di AS, TikTok menawarkan pengiriman gratis dan subsidi kepada influencer yang menjual gadget, pakaian, dan riasan dalam video dan streaming langsung.
Pada November, didorong oleh penawaran Black Friday dan Cyber Monday, lebih dari 5 juta pelanggan baru di AS membeli sesuatu di TikTok, kata perusahaan itu. Ini memiliki sekitar 150 juta pengguna di negara ini.
Untuk diketahui, dalam laporan Bloomberg, TikTok disebut telah mengumpulkan nilai penjualan kotor secara global sebesar US$20 miliar dengan Asia Tenggara sebagai kontributor terbesar. Adapun di Indonesia, TikTok dalam proses akuisis 75% saham Tokopedia.
Namun, dalam proses akuisisi tersebut, TikTok dihadapkan pada sejumlah tuduhan pelanggaran regulasi Permendag no.31/2023.
TikTok dituding menabrak regulasi karena tetap memfasilitasi transaksi kendati Permendag no.31/2023 melarang hal tersebut. TikTok Tokopedia berdalih transaksi dilakukan karena mendapat restu dari Kemendag dan masih dalam tahap uji coba.