Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk mengkaji kembali pengadaan frekuensi kebencanaan di pita 700 MHz, mengingat spektrum yang tersedia terbatas. Angan-angan Indonesia untuk memiliki sistem peringatan dini seperti di Jepang dapat terpenuhi.
Diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sempat berencana untuk menghadirkan spektrum frekuensi khusus kebencanaan di pita 700 MHz. Serangkaian uji coba bahkan sempat dilakukan pada 2019-2021.
Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan meski terdapat sisa frekuensi 22 MHz dari 112 MHz digital dividen di pita 700 MHz, tidak berarti seluruh pita tersisa digunakan untuk kebencanaan.
Pemerintah perlu menyiapkan juga guardband agar siaran digital dan layanan seluler tidak saling interferance atau mengganggu. Selain itu pemerintah juga harus memutuskan pesan kebencanaan nantinya cukup dengan pesan singkat di smartphone saja atau juga dengan video, untuk menggambarkan situasi.
Masing-masing pesan yang dikirim membutuhkan lebar frekuensi yang berbeda-beda.
“Misalkan dengan guardband 10 MHz [untuk seluler] dan guardband dengan TV Digital 12 MHz. Harus diuji dahulu guardband yang aman. Yang perlu diperhatikan adalah apakah membutuh broadband atau cukup narrowband,” kata Ian kepada Bisnis, Selasa (2/1/2023).
Sebagai gambaran, kata Ian, jika pesan kebencanaan berupa pesan singkat yang muncul di smartphone, maka frekuensi yang digunakan relatif kecil di bawah 1 MHz. Tetapi jika pesan kebencanaan berupa video, maka perlu pita frekuensi yang lebih lebar hingga di atas 1 MHz.
Ian juga mengatakan alokasi frekuensi kebencanaan perlu diputuskan apakah akan berbentuk spektrum frekuensi khusus atau dibebankan kepada operator pemenang lelang pita frekuensi 700 MHz.
Dia berpendapat jika merujuk pada negara luar, frekuensi untuk kebencanaan merupakan hasil kerja sama antara operator seluler. Tidak perlu frekuensi khusus mengingat kejadian bencana bersifat temporary dan lokal
“Perlu kajian yang lebih dalam. Apakah memerlukan frekuensi khusus atau menjadi kewajiban operator seluler, jika ada bencana maka harus menyediakan jaringan kebencanaan?” kata Ian.
Sekadar informasi, Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki sistem peringatan dini bernama J-Alert. Sistem ini berjalan dengan menggunakan satelit yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan cepat menyiarkan lansiran ke media lokal dan langsung ke warga melalui radio, email hingga layanan seluler.
Menurut pemerintah Jepang dibutuhkan sekitar 1 detik untuk memberi tahu pejabat setempat, dan antara 4 sampai 20 detik untuk menyampaikan pesan kepada warga jika terjadi suatu bencana.
Kehadiran sistem ini pun bermanfaat untuk menekan angka korban jiwa yang lebih besar karena masyarakat telah mendapat laporan terlebih dahulu sebelum terjadi bencana.