Bisnis.com, JAKARTA - Google setuju membayar denda sebesar US$ 700 juta atau setara Rp10,8 triliun (kurs: Rp15.507) dalam gugatan yang diajukan sekelompok negara bagian Amerika Serikat (AS). Sebagian besar uang masuk ke pemilik ponsel Android.
Dikutip dari BBC, Rabu (20/12/2023), Google juga berjanji akan mengubah layanan toko aplikasinya, Play Store. Ini melibatkan pemberian opsi pembayaran langsung kepada pengguna untuk menyelesaikan gugatan antimonopoli dalam perselisihan peraturan.
Google dilarang memaksakan sistem pembayaran Play Store sebagai satu-satunya pilihan bagi pengembang. Google juga mengatakan akan memudahkan perangkat Android mengunduh aplikasi dari sumber selain Play Store.
Raksasa teknologi ini juga dituduh membebankan biaya berlebihan kepada pelanggannya dengan membayar biaya yang tidak perlu untuk transaksi dalam aplikasi.
Penyelesaian tersebut mengusulkan agar Google membayar $630 juta atau Rp9,7 triliun untuk dana konsumen. Sementara itu, sisa uangnya $70 juta setara Rp1 triliun akan digunakan oleh negara.
Bagi pelanggan yang memenuhi syarat akan menerima setidaknya $2 dan mungkin dapat menerima pembayaran tambahan berdasarkan pola pembelanjaan mereka di Google Play antara Agustus 2016 dan September 2023 lalu.
Wakil Presiden Urusan Pemerintahan Google Wilson White menyampaikan bahwa penyelesaian ini didasarkan pada pilihan dan fleksibilitas Android, menjaga perlindungan keamanan yang kuat dan mempertahankan kemampuan Google.
“Ini tentang bersaing dengan pembuat sistem operasi lain dan berinvestasi dalam ekosistem Android untuk pengguna dan pengembang,” kata Wilson, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari BBC, Rabu (20/12/2023).
Banyak kritik yang ditujukan kepada raksasa teknologi ini dalam beberapa tahun terakhir, dengan para pelaku pasar menuduh Google menyalahgunakan praktik persaingan dan berperilaku seperti monopoli. Penyelesaian terbaru ini adalah salah satu dari banyak konsesi terkait toko aplikasinya, yang telah menjadi subjek pengawasan ketat.
Perlu diketahui, Google Play Store adalah salah satu dari dua pasar utama untuk aplikasi seluler selain App Store Apple. Namun, cara pengembang dan pelanggan membebankan biaya telah menuai keluhan dari pengguna.
Sebagai contoh, Google membebankan biaya kepada pembuat aplikasi sebesar 15% untuk pembayaran pelanggan untuk langganan aplikasi dan hingga 30% atas pembelian yang dilakukan pada aplikasi populer yang diunduh dari toko.
Kesepakatan ini berarti pengurangan biaya ketika pembuat aplikasi menangani transaksi mereka sendiri, meskipun pelanggan belum tentu melihat pengurangan biaya karena pengembang aplikasi dapat mengantongi diskon tersebut.
Ini juga memungkinkan pengembang menampilkan opsi harga yang berbeda saat pengguna melakukan pembelian.
Dalam kasus monopoli yang dilaporkan oleh beberapa kelompok di Amerika Serikat (AS), Google terbukti memonopoli aplikasi melalui Play Store.
Aksi ini ternyata membunuh sistem kompetisi yang sehat. Kekalahan ini jadi satu dari beberapa kasus yang dialami Google. Salah satunya, Raksasa Mountain View harus melawan Epic Games dalam sebuah ujian dan dinyatakan kalah.
Pengembang aplikasi game seluler menuduh Google mendapat untung besar dari pengembang aplikasi. Khususnya dengan membebankan komisi yang tinggi untuk setiap pembayaran komponen aplikasi melalui sistem Google.
Selain itu, Google juga digugat oleh Departemen Kehakiman AS karena melanggar undang-undang persaingan mesin pencari dan periklanan digital.
Sementara untuk kesepakatan pada kasus monopoli Play Store sebenarnya sudah ditandatangani pada September lalu. Namun hal ini baru diumumkan belum, lama ini. (Afaani Fajrianti)