Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menargetkan revisi kedua UU ITE akan selesai pada Desember 2023.
“Ya harusnya tahun ini, Insyaallah, soalnya sudah setahun (pembuatan revisi kedua UU ITE),” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan di Kantor Kemenkominfo, Kamis (23/11/2023).
Sebagai informasi, Revisi Kedua Undang-Undang No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sudah selesai dibahas oleh Komisi I DPR RI dan siap dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
Adapun perubahan dari UU ITE yang yang tercantum dalam revisi ini meliputi sejumlah pokok penting yang terdiri atas 38 dim dan sejumlah tambahan.
Menurut Semuel, perubahan pertama adalah terkait penegasan barang bukti digital yang sama sahnya di mata hukum dengan barang bukti fisik. Hal inipun tercantum pada Pasal 5 ayat 1 hingga 3.
Perubahan selanjutnya adalah pengaturan terkait kontrak elektronik internasional dan keamanan transaksi di ruang digital sebagaimana dimaksud dalam pasal 18A.
Baca Juga Jika Terpilih, Anies Janji Revisi UU ITE |
---|
Semuel mengaku saat ini Kemenkominfo tidak hanya mengajukan pemblokiran website, tetapi juga pemblokiran akun bank jika pemiliknya terindikasi melakukan tindak kejahatan daring.
“Ini kita mintakan kewenangannya dan kita perbaiki kewenangannya di ketentuan kewenangan penyidik pegawai negeri sipil,” ujar Semuel.
Selanjutnya, UU ITE akan mengatur terkait identitas digital (digital ID). Nantinya, digital id ini akan berbentuk algoritma dengan nama public key infrastructure (PKI) dan akan menggantikan data-data pribadi.
Dengan bekerja sama bersama Dukcapil, digital id ini dibuat untuk memvalidasi keakuratan orang-orang yang bertransaksi secara digital. Selain itu, digital id ini juga membuat data pribadi masyarakat lebih aman, karena kode yang tidak dimiliki semua orang.
“Kedepannya, itu kalau layanan pemerintah itu wajib (menggunakan digital ID). Kalau tidak gimana? Kamu minta layanan secara online, saya nggak tahu kamu, yang ngajuin itu kamu,” ujar Semuel.
Kemudian, Semuel juga membahas akan adanya beberapa pasal tambahan terkait konten yang membahayakan dan perlindungan anak. Hal ini tercantum pada pasal 29 dan 36.
Semuel mengatakan jika ingin membuat konten dan produk, hal tersebut harus memerhatikan hak anak, tidak mengganggu fisik anak, dan ramah untuk anak. Jika platform melanggar, akan dikenakan teguran hingga pemutusan akses.
“Ini anak-anak jadi jangan diberikan konten-konten yang tidak sesuai atau tidak boleh jadi target pemasaran,” ujar Semuel.
Lebih lanjut, untuk perlindungan anak sendiri, Semuel mengatakan nantinya juga akan dibuat Peraturan Pemerintah (PP) tersendiri. Hal inipun juga sesuai dengan instruksi presiden.
Sementara itu, untuk konten yang membahayakan, maksud Semuel, hal ini ditujukan pada konten-konten yang mengandung kekerasan, perilaku tidak menyenangkan, ataupun penghilangan nyawa.
Semuel mencontohkan kasus bunuh diri online yang sempat disiarkan secara langsung ataupun kabar hoax yang meresahkan.
“Yang dimaksud muatan berbahaya, (bahaya) bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat, adalah informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang dapat menyebabkan kerugian material dan atau fisik yang signifikan bagi individu,” ujar Semuel.
Namun, dia memastikan revisi UU ITE ini tidak akan melanggar kebebasan berekspresi, karena sebenarnya beberapa larangan juga sudah masuk ke dalam standar komunitas platform masing-masing.
Semuel menambahkan, jika ada beberapa pasal yang bersinggungan dengan KUHP baru, pasal di UU ITE yang akan dihapus. Selain itu, hukum pidana juga akan diselaraskan dengan KUHP baru, sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.
“Harapannya pemanfaatan UU ini bisa diterapkan dan tidak lagi membingungkan masyarakat karena politik hukumnya itu satu referensi,” ujar Semuel.