Bisnis.com, JAKARTA - Halodoc, startup yang bergerak di sektor kesehatan, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan untuk jumlah yang tak disebutkan. Diduga soonicorn ini ditinggal pengguna seiring dengan pergeseran kebiasan berobat pelanggan dari daring (online) saat pandemi, menjadi luring (offline).
Soonicorn adalah status bagi startup bervaluasi di atas US$100 juta. Beberapa orang mengartikan soonicorn sebagai calon unicorn dan Halodoc masuk dalam kategori itu.
Mengenai PHK tersebut, VP Government Relations & Corporate Affairs Halodoc Adeline Hindarto berdalih perusahaan tengah beradaptasi menghadi perubahan besar dalam situasi makroekonomi, politik dan geopolitik secara global serta domestik.
Perusahaan, lanjutnya, juga harus bertransformasi demi memastikan strategi terbaik untuk menghadapi dinamika industri. Termasuk melakuka reorganisasi.
“Langkah ini pastinya bukan keputusan yang mudah, namun perlu kami lakukan untuk memastikan perusahaan tetap dapat bertumbuh secara berkelanjutan. Dalam prosesnya, pemenuhan hak-hak karyawan sesuai peraturan dan hukum yang berlaku merupakan prioritas utama kami,” kata Adeline dikutip Kamis (16/11/2023).
Asosiasi Modal Ventura untuk Start Up Indonesia (Amvesindo) menilai langkah reorganisasi yang diambil oleh Halodoc bertujuan untuk memperkuat unit bisnis penyumbang revenue terbesar, dan mengurangi unit yang kurang gemilang.
Bendahara Amvesindo dan Co-Founder & Managing Partner dari Ideosource VC & Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani juga mengatakan tren pemangkasan biaya-biaya termasuk efisiensi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi salah satu fokus agar startup dapat terus berjalan atau kelangsungan arus kas perusahaan menjadi lebih sehat dan resilient.
“Efisiensi dalam hal ini termasuk memangkas bisnis unit maupun pengembangan-pengembagan baru yang belum menjadi fokus atau kontributor utama perusahaan, sehingga bisa saja karyawan yang berada di bisnis unit tersebut terkena dampaknya,” kata Edward.
Berbeda, Ketua Umum Indonesia Digital Empowerment Community (Idiec) Tesar Sandikapura menilai bahwa Halodoc salah model bisnis. Halodoc sama seperti startup pada umumnya yang gemar bakar duit untuk mengincar valuasi transaksi.
Saat mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk promo dan ada tuntutan mengejar profit, langkah yang diambil adalah dengan melakukan PHK.
“Untuk antisipasi pemasukan yang lebih kecil dari pada pengeluaran,” kata Tesar,
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda memperkirakan PHK yang di Halodoc karena pergeseran cara berobat masyarakat dari online ke offline, seiring dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Pergeseran juga berkaitan dengan kepercayaan masyarakat yang lebih nyaman untuk berobat secara offline dibandingkan dengan online.
“Bagaimanapun juga untuk pemeriksaan sudah pasti offline lebih memberikan satu ketenangan bagi pasiennya. Begitu juga dengan proses penebusan obat yang sekaligus pemeriksaan secara offline,” kata Huda.
Dia menambahkan kondisi ini membuat permintaan terhadap startup kesehatan berkurang. Mereka kesulitan untuk menaikkan permintaan kendati telah mendapat pendanaan.
Sementara itu pendanaan Rp1,5 triliun dari Astra yang digelontorkan beberapa bulan sebelumnya, dia sebut tak mampu menyelamatkan Halodoc.
“Pendanaan itu lebih membantu di sisi persaingan. Saya yakin di semua startup digital sektor kesehatan mengalami masalah serupa, padahal ya Halodoc merupakan soonicorn,” kata Huda.
Penopang yang Goyang
Riset AC Ventures bersama biro konsultasi Bain & Company melaporkan pada kuartal III/2023 sektor kesehatan mengalami kenaikkan pendanaan cukup drastis seiring dengan pendanaan Rp1,5 triliun yang didapat oleh Halodoc.
Sayangnya, fakta dilapangan berkata lain. Soonicorn kesehatan itu melakukan PHK beberapa bulan setelah mendapat suntikan modal jumbo dari Astra.
Dalam laporan AC Ventures dan Bain & Company, pendanaan di sektor kesehatan meningkat dari US$8 juta atau Rp123,8 miliar pada kuartal I/2022 menjadi US$51 juta atau Rp789,7 miliar pada kuartal I/2023, seiring dengan pendanaan seri D yang didapat Halodoc. Tanpa pendanaan tersebut, total investasi yang masuk ke startup sektor kesehatan akan rendah.
Namun, beberapa bulan setelah mengumumkan pendanaan, Halodoc justru melakukan efisiensi dan reorganisasi bisnis dengan memangkas karyawan.
Riset AC Ventures dan Bain juga memperkirakan lanskap investasi di Indonesia mengalami penurunan sekitar 70-80% selama 2023. Pendanaan pada kuartal III/2023 hanya mencapai 0,3x dibandingkan periode yang sama pada 2022.
Riset dari modal ventura AC Ventures bersama biro konsultasi Bain & Company mengakui 2023 merupakan tahun yang menantang bagi modal ventura, karena ada sejumlah faktor ekonomi makro.
Mulai dari ketegangan geopolitik, kenaikan suku bunga, sentimen konsumen dan bisnis yang melemah, serta pemilihan umum 2024.
Namun, di sisi lain, hal ini membuktikan bahwa investor sudah makin rasional dalam mengambil keputusan dan cenderung mendukung startup yang sudah memiliki profit.
Lebih lanjut, laporan tersebut juga memperkirakan tren investasi di masa depan adalah seputar ESG dan teknologi iklim, terutama mobil listrik dan teknologi baterai. Selain itu, teknologi kesehatan dan bisnis direct to customer (D2C) juga masih dianggap sebagai sesuatu yang menarik.
Diketahui, sektor mobil listrik dan energi mengalami peningkatan yang signifikan dari sekitar US$3 juta atau sekitar Rp46,4 miliar pada kuartal I/2022, menjadi US$18 juta atau sekitar Rp278,7 miliar pada kuartal I/2023.
Sementara itu di sisi lain, investasi teknologi justru mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal I/2022, investasi ke sektor teknologi mencapai US$580 juta atau Rp8,98 triliun dan pada kuartal I/2023 turun menjadi US$81 juta atau Rp1,25 triliun.
Selain itu, tren serupa juga ditemukan dalam investasi pada jasa keuangan. Pada kuartal I/2022 investasi bisa mencapai US$1 miliar atau Rp15,48 triliun. Namun, angka ini terjun bebas pada kuartal I/2023 menjadi hanya US$25 juta atau Rp387 miliar.