Bisnis.com, JAKARTA - Setiap perusahaan rintisan (startup) yang mengalami kebangkrutan tetap harus melakukan penyelesaian kewajiban hukum.
Partner dari NABS & Partner Natasha Nababan mengatakan penyelesaian kewajiban tersebut dapat dilakukan dengan proses likuidasi atau kepailitan.
Namun, perusahaan dengan izin usaha PT (perseroan terbatas) hanya diminta untuk menyelesaikan permasalahan aset.
“Kalau start up berbentuk PT, memang penyelesaian kewajibannya hanya sebatas aset perusahaan tersebut saja,” ujar Natasha kepada Bisnis, Senin (30/10/2023).
Oleh karena itu, Natasha menjelaskan, perusahaan tersebut disebut sebagai perseroan terbatas karena memiliki limit atau batasan pada tanggung jawab hukum.
Lebih lanjut, Natasha mengatakan perusahaan yang pailit juga tidak akan terkena sanksi apapun.
Namun dengan syarat, tidak ada kecurangan dalam perusahaan selama masih beroperasi, seperti manajemen yang tidak beres ataupun penggelapan aset.
“Tidak ada sanksi yang diberikan apabila tidak ada foul play, seperti manajemen yang tidak beres atau penggelapan aset,” ujar Natasha.
Natasha mengatakan bisnis tidak akan selalu untung, karena itu pemerintah juga memberikan koridor saat perusahaan harus merugi.
Senada, Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan kewajiban perusahaan harus tetap dibayar saat perusahaan pailit.
Eddi mengatakan, kewajiban tersebut juga berupa upah dan hak-hak lainnya yang dimiliki pekerja ataupun buruh.
“Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja atau buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya,” ujar Eddi kepada Bisnis, Senin (30/10/2023).
Menurut Eddi, hal itu bahkan harus dibayar sebelum utang-utang lainnya dibayarkan.